Selasa, 13 Oktober 2009

Breast Cancer Awareness Month

Best Way to Beat Breast Cancer is to Prevent It
Executive Summary by Kasy Carr

Breast Cancer Awareness Month is a time when women and young girls are alerted to the importance of early detection. This does not mean that women are not made aware of what is involved with breast cancer treatments, self breast examination and recovery issues all year round; it is just strongly more focused upon in October through Breast Awareness Campaigns.

Breast cancer groups will include people who care, and are compassionate towards your feelings. Cancer care workers will help you the best they can to come to terms with having breast cancer, be there for you when undergoing treatment for breast cancer...right through the recovery period and after care.

If you would like to help these people who work tirelessly tending to the sick, then you can. Some people will run a marathon to raise funds for breast cancer while others may put on a show and sell tickets to make money for their breast cancer charity.

Take part in breast cancer networks - this may help you feel that, through your experiences, you are helping other women in a similar situation."

Come on girls get cracking on making those Halloween costumes and go make money for Breast Cancer. Halloween Costume Tip: Go dressed up as nurses and doctors with fully painted up zombie style faces.

Senin, 12 Oktober 2009

National Breast Cancer Awareness Month

National Breast Cancer Awareness Month is an annual international health campaign organized by major breast cancer charities every October to increase awareness of the disease and to raise funds for research into its cause, prevention, and cure.

Jumat, 09 Oktober 2009

MRCCC, Pusat Kanker dengan fasilitas mutakhir

Kehadiran alat pengobatan kanker akselelator linear (linac) yang dilengkapi sistem pencitraan On-Board Imager akan mengukuhkan di Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) sebagai pusat kanker dengan peralatan terlengkap dan mutakhir di Indonesia.

MRCCC pada hari Jumat (12/9) di Jakarta telah menandatangani nota kesepahaman dengan Varian Medical Systems yang berbasis di Amerika Serikat untuk pembelian linac dengan sistem On-Board Imager.

Linac termutakhir buatan Varian ini akan menambah koleksi peralatan canggih yang melengkapi fasilitas MRCCC. Pusat kanker ini sebelumnya menyatakan akan menerapkan teknologi mutakhir lainnya buatan IBA yakni clinical cyclotron untuk memproduksi isotop dan generasi terkini PET-CT scan dari Phillips.

Dua peralatan terakhir ini dapat disebut sebagai "film dan kamera" yang digunakan untuk mendeteksi lokasi dari penyakit berbahaya yang terkecil sekalipun. Alat-alat ini berbeda dengan linac yang berfungsi mematikan sel kanker dengan radiasi yang ditargetkan.

Menurut Timothy Guertin selaku Chief Executive Operating (CEO) Varian Medical Systems, cara kerja linac adalah menciptakan sinar X energi tinggi yang menghancurkan tumor dengan cara mematikan sel-sel kanker yang tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri.

"Dengan keakuratan linac dari varian dapat menunjuk secara tepat lokasi dari penyakit yang berbahaya tersebut, agar lebih aman, akurat, dan tidak merusak sel-sel yang sahat," ujarnya.

On- Board sendiri merupakan alat pencitraan robotik termutakhir yang ada saat ini. Alat ini berfungsi untuk melacak tumor secara real-time dengan tingkat akurasi sangat tinggi, dan dapat menempatkan pasien secara otomatis.

Keunggulan alat ini memungkinkan dokter untuk berkonsentrasi pada dosis radiasi di tumor sekaligus melindungi jaringan sehat yang ada di sekelilingnya. Hal ini berarti radiasi dosis tinggi diteruskan secara cepat dengan tingkat akurasi tinggi sehingga pengobatan dapat berjalan cepat, kenyamanan pasien lebih tinggi dan hasil yang lebih baik.

Guertin menjelaskan terapi radiasi telah digunakan untuk pengobatan pasien selama lebih dari 50 tahun. Selama kurun waktu tersebut, banyak inovasi yang telah dibuat untuk memastikan terapi ini aman dan efektif dibanding terapi-terapi lainnya.

Terapi radiasi digunakan untuk pengoatan beragam jenis kanker seperti kanker kandung kemih, otak, payudara, usus besar, kanker di bagian kewanitaan, kanker di bagian kepala dan leher, limfoma, paru-paru, prostat dan kulit.

DR Mochtar Riady sendiri telah menyatakan MRCCC akan menjadi pusat pengobatan kanker terlengkap di Indonesia, yang dapat menangani beragam penyakit kanker. MRCC menjadi rumah sakit swasta berstandar internasional di pusat Jakarta yang menggunakan peralatan mutakhir yang dipadukan dengan generasi terbaru sistem IT.

Building of Hope MRCCC, demikian nama rumahsakit kanker ini, dibangun 29 lantai dan berkapasitas 210 tempat tidur. Berlokasi di dekat Hotel The Aryaduta Suites dan Plaza Semanggi, rumah sakit ini memiliki luas total 53.000 m2 dan akan beroperasi pada kuartal keempat tahun 2009.

Sumber : AC, Kompas
Jumat, 12 September 2008 | 14:44 WIB

Minggu, 04 Oktober 2009

Cancer Center Pertama di Indonesia yang Miliki Clinical Cyclotron

Pusat pengobatan penyakit kanker pertama dengan peralatan lengkap dan mutakhir di Indonesia, Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan Belgia, IBA untuk pembelian clinical cyclotron yang memproduksi isotop.

Penandatanganan nota kesepahaman ini dihadiri pendiri Grup Lippo Mochtar Riady, Duta Besar Belgia untuk Indonesia Marc Trenteseau, President Mochtar Riady Institute for Nanotechnology Prof Susan Tai, CEO Siloam Hospitals dr Gershu Pa ul dan President IBA Molecular Equipment Olivier Van Der Borght, Rabu (24/7).

Mochtar Riady mengatakan, tujuan penyediaan peralatan canggih itu untuk mengatasi masalah kanker di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia WHO melaporkan kanker merupakan penye bab utama kematian di seluruh dunia dan diperkirakan akan meningkat 50 persen pada tahun 2020.

Deteksi dini dan pengobatan yang efektif merupakan dua kunci keberhasilan penanganan kanker setelah langkah pencegahan. Hampir 800.000 orang Indonesia ter serang beragam jenis kanker setiap tahun namun pelayanan untuk penyakit ini tidak cukup tersedia. Hanya ada beberapa rumah sakit yang menyediakan pelayanan dasar radiasi di Pulau Jawa. Beberapa terapi seperti Radio-Immunotherapy (RIT) dan brachytherapy dosis tinggi Cyclotron saat ini tidak tersedia karena kurangnya fasilitas dan keahlian.

MRCCC bermitra dengan IBA, pemimpin dalam bidang pengobatan molekular di dunia untuk melawan kanker. IBA juga pemimpin dalam desain dan pembuatan Single Photon Emission Computed Tomography dan Positron Emission Tomography cyclotrons dan sistem kimiawi yang digunakan untuk pembuatan radiofarmasi untuk prosedur diagnostik dengan pengobatan nuklir.

MRCCC akan menjadi pusat pengobatan kanker terlengkap di Indonesia, yang dapat menangani beragam penyakit kanker. MRCC menjadi rumah sakit swasta berstandar internasional di pusat Jakarta yang menggunakan peralatan mutakhir yang dipadukan dengan generasi terbaru sistem IT.

Building of Hope MRCCC, demikian nama rumahsakit kanker ini, dibangun 29 lantai dan berkapasitas 210 tempat tidur. Lokasinya dekat Hotel The Aryaduta Suites dan Plaza Semanggi. Luas rumah sakit ini seluruhnya 53.000 m2 dan akan beroperasi pada kuartal keempat tahun 2009.

MRCCC akan menyediakan pemeriksaan untuk kanker payudara, kanker usus besar, kanker serviks, kanker paru-paru, dan kanker di daerah kepala dan leher, serta jenis kanker lainnya.

MRCCC akan menjadi salah satu rumah sakit pertama di Indonesia yang menggunakan komputerisasi terintegrasi dan sistem informatika digital yang menghubungkan imaging, patologi, farmasi dan layanan lainnya di rumah sakit. "Ini akan meningkan efisiensi dan keakuratan dalam pelayanan," papar Corporate PR & Communications Manager Siloam Hospitals Group, Mariana Tarunadjaja.

R Adhi Kusumaputra
Sumber : Kompas , Rabu, 23 Juli 2008 | 23:08 WIB

Sabtu, 03 Oktober 2009

The Role of Oncologist For Breast Cancer

Oncology is certainly the most quickly growing sub-specialty in the field of medicine, and breast cancer is one of the most crucial problems of oncology. It is the principal cause of death of women in lots of countries and is really a multidisciplinary problem with no geographic constraints.

It is the most usual cancer of women in the US, affecting approximately one in eight as long as their life span. It affects men, but it is rare, accounting for less than 1 percent of all cases. In 2007, roughly 200,000 women and 1,600 men in the US had the disease. As a person ages, the possibility of getting breast cancer rises.

To treat breast cancer well, many medical professionals with various specialties are required. Every diagnosis is distinctive and treated in a different way. A number of women might visit a cancer center where a group of physicians who focus in breast disease (radiologist, oncologist, surgeon, etc.) collaborate to settle on treatment. Other women are referred to cancer specialists by their principal care physician (family practitioner, gynecologist).

Medical professionals engaged in breast cancer diagnosis and treatment might include: Gynecologist or OB/GYN, Radiologist, Oncologist (general, medical, radiation, surgical), Nurse/oncology nurse specialist, Oncology social worker, Surgeon, Radiation therapy oncologist, Radiation therapy technologist, Radiation therapy physicist, Pathologist, and Reconstructive/plastic surgeon.

An oncologist is a medical doctor who trains in the diagnosis and also treatment of cancer. If a radiologist identifies breast cancer, a woman might be referred to an oncologist for treatment. Medical oncologists concentrate in the use of chemotherapy and other drugs to care for cancer. Radiation oncologists focus in the usage of x-rays and other radiation techniques to eradicate tumors.

Source : MC Ezzia, EzineArticles

Minggu, 27 September 2009

Putus Asa Menjalani Terapi Kanker

Rubrik Konsultasi Kesehatan asuhan Prof Dr Samsuridjal Djauzi di surat kabar KOMPAS edisi Minggu:

Semula saya hanya merasakan demam yang hilang timbul. Saya menduga demam tersebut karena flu dan kelelahan. Tetapi, saya mulai khawatir karena timbul benjolan di leher dan ketiak. Saya berkonsultasi ke dokter dan benjolan tersebut dinyatakan sebagai pembengkakan kelenjar. Dokter belum dapat menentukan penyebabnya, mungkin infeksi, tetapi juga mungkin kanker kelenjar getah bening. Tentu saya amat khawatir sekiranya mengidap kanker, tetapi saya berusaha tabah dan sabar.

Saya harus menjalani sejumlah pemeriksaan, mulai dari pengambilan jaringan dari kelenjar, rontgen dada, CT scan, sampai pemeriksaan laboratorium yang menelan biaya mahal. Kemudian saya harus menunggu cukup lama, termasuk menunggu hasil pemeriksaan biopsi. Setiap malam saya sukar tidur membayangkan hasil pemeriksaan, apakah menderita kanker atau tidak. Akhirnya keputusan datang juga. Saya ternyata menderita kanker ganas yang stadiumnya cukup lanjut. Saya benar-benar terpukul dengan diagnosis tersebut. Namun, saya mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjalani terapi, baik dari aspek fisik, mental, maupun finansial.

Saya kemudian menjual rumah karena saya hanya pengusaha kecil yang tak mempunyai asuransi. Urusan bisnis saya serahkan adik dan saya berkonsentrasi menjalani terapi pengobatan kanker.

Saya semula kemoterapi, lebih ringan daripada operasi atau radioterapi, tetapi penderitaan yang saya jalani membuat saya putus asa. Setiap pemberian terapi tubuh saya bereaksi, darah putih turun tajam sehingga harus dirawat di kamar steril. Biaya untuk kamar steril, antibiotik, dan obat peningkat sel darah putih semula tak saya perhitungkan. Harganya ternyata amat mahal untuk pengusaha kecil seperti saya. Acapkali saya mengalami demam dan pucat. Saya akhirnya pasrah dan dapat menjalani siklus terakhir kemoterapi sebulan lalu.

Secara jujur saya mengakui sebenarnya dalam menjalani terapi tersebut saya sudah putus asa. Saya putus asa karena efek samping obat kemoterapi dan biaya obat kemoterapi serta biaya obat penunjang lain yang amat mahal.

Syukurlah semua telah berlalu. Saya hanya berharap hasil kemoterapi yang baik ini akan dapat menetap dan berdoa agar saya tak mengalami kekambuhan.

Pertanyaan saya, apakah memang pengobatan kemoterapi efek sampingnya dapat seperti yang saya alami?

Apa upaya kalangan profesi kedokteran untuk menurunkan biaya terapi kanker khususnya kemoterapi? Terima kasih atas jawaban Dokter.

M di B

Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat karena Anda telah berhasil menjalani kemoterapi dengan baik. Saya juga ikut bersyukur karena hasil kemoterapi Anda juga baik. Kemoterapi telah mengalami kemajuan sehingga hasil kemoterapi sudah semakin meningkat. Kemoterapi juga semakin agresif. Obat kemoterapi yang semakin potent (manjur) banyak ditemukan, tetapi kombinasi obat yang digunakan mempunyai efek samping juga semakin menonjol. Itulah sebabnya kemoterapi yang agresif ini memerlukan pengawasan dokter yang berpengalaman dalam pemberian kemoterapi, biasanya seorang konsultan hematologi onkologi medik.

Anda sendiri telah mengalami banyak hal dalam pemberian kemoterapi yang saya rasa merupakan kemoterapi yang agresif. Kerja sama Anda dan dokter Anda akhirnya berbuah dengan berhasilnya kemoterapi dilaksanakan sesuai rancangan dan bahkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

Sekarang ini dikenal penyakit kanker yang dapat disembuhkan dan kanker kelenjar getah bening termasuk kanker yang dapat disembuhkan meski untuk itu penderita harus melampaui perjuangan yang amat panjang dan melelahkan. Biaya diagnosis dan pengobatan kanker sekarang ini semakin mahal. Ini disebabkan oleh penggunaan alat canggih, tes terbaru, dan obat atau tindakan medis yang biaya risetnya amat mahal. Karena itu, setiap orang perlu waspada terhadap penyakit kanker. Upaya pencegahan berupa vaksinasi untuk mencegah infeksi yang dapat menimbulkan kanker (Hepatitis B, Human Papilloma Virus) perlu digalakkan. Gaya hidup yang memudahkan paparan terhadap bahan karsinogen (rokok, bahan kimia) perlu diubah. Dengan demikian, risiko terkena kanker dapat dikurangi.

Untuk pembiayaan terapi kanker sudah waktunya masyarakat melindungi diri dengan asuransi kesehatan. Pemerintah dan masyarakat juga dapat mengusahakan obat kemoterapi yang lebih murah dengan cara menyediakan obat kemoterapi generik.

Dewasa ini obat kemoterapi yang beredar di Indonesia masih merupakan obat paten yang harganya amat mahal. Padahal, di negara-negara yang sedang berkembang lainnya, keberadaan obat kemoterapi generik beserta penunjangnya semakin menonjol. Bahkan beberapa negara telah membuat sendiri obat kanker generik sehingga harganya lebih terjangkau dan tak tergantung pada obat impor. Jika tersedia bentuk generiknya, maka harga obat kemoterapi akan jauh lebih murah. Mudah-mudahan PT Kimia Farma, PT Indo Farma, serta perusahaan farmasi pemerintah lainnya dapat memelopori pengadaan obat kanker generik di Indonesia.

Pengalaman Anda bukan hanya berharga untuk Anda, tetapi juga merupakan peringatan bagi kita semua agar kita semakin waspada terhadap penyakit kanker serta layanan kanker di Indonesia dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Sumber : Kompas Cetak
Minggu, 28 September 2008 | 11:40 WIB

Rabu, 16 September 2009

Cancer Prevention Diet - Cruciferous Vegetables

By Stewart Hare

In this cancer prevention diet article about cruciferousvegetables, you will discover:

* What are cruciferous vegetables?
* Why are cruciferous vegetables a must in your cancer prevention diet?
* How many cruciferous vegetables do you need to include in your cancer prevention diet?

What Are Cruciferous Vegetables?

Cruciferous vegetables are the edible vegetables within in the brassicaceae family of plants. Cruciferous vegetables are packed full of beneficial health ingredients such as:

* Antioxidants, Carotenoids, Chlorophyll, Fiber, Flavonoids, Folate, Glucosinolates, Indole-3-Carbinol, Isothiocyanates, Lingnans, Phytochemicals, Phytosterols, Potassium, Selenium, Sulforaphane, Vitamin C.

The following are cruciferous vegetables:

* Arugula, Bok Choy, Broccoli, Brussels Sprouts, Cabbage, Cauliflower, Collard Greens, Daikon, Horseradish, Kale, Kohlrabi, Mizuna, Mustard Greens, Napa (Chinese Cabbage), Radishes, Rutabaga, Tatsoi, Turnip Greens, Turnips, Watercress.

Why Are Cruciferous Vegetables A Must In Your Cancer Prevention Diet?

Cruciferous vegetables are a must in your cancer prevention diet because they contain the following powerful anti-cancer properties:
* Isothiocyanates
* Sulforaphane
* Indole-3-Carbinol

Isothiocyanates aids the body in the breakdown of carcinogens, this can help to protect against tobacco related cancers such as lung cancer. Both sulforaphane and indole-3-carbinol can delay the development, growth and size of tumours.

They are especially good at protecting against the following cancers:
* Breast Cancer
* Prostate Cancer
* Colon Cancer
* Cervical Cancer

Cruciferous vegetables are a good source of soluble and insoluble fibre. Increasing fibre within your diet can help to protect against cancer, especially colon cancer. How Many Cruciferous Vegetables Do You Need To Include In Your Cancer Prevention Diet? You will need to include at least three portions a week of cruciferous vegetables in your cancer prevention diet.

So, to sum up…

Cruciferous vegetables are a must in your cancer prevention diet. They are packed full of cancer busting ingredients, which can help to protect you against all types of cancers. By including three portions a week of cruciferous vegetables, you can help to reduce the risk of developing cancer in later life, dramatically.

Sumber : Ezine

Senin, 31 Agustus 2009

The Role of Oncologist For Breast Cancer

By MC Ezzia

Oncology is certainly the most quickly growing sub-specialty in the field of medicine, and breast cancer is one of the most crucial problems of oncology. It is the principal cause of death of women in lots of countries and is really a multidisciplinary problem with no geographic constraints.

It is the most usual cancer of women in the US, affecting approximately one in eight as long as their life span. It affects men, but it is rare, accounting for less than 1 percent of all cases. In 2007, roughly 200,000 women and 1,600 men in the US had the disease. As a person ages, the possibility of getting breast cancer rises.

To treat breast cancer well, many medical professionals with various specialties are required. Every diagnosis is distinctive and treated in a different way. A number of women might visit a cancer center where a group of physicians who focus in breast disease (radiologist, oncologist, surgeon, etc.) collaborate to settle on treatment. Other women are referred to cancer specialists by their principal care physician (family practitioner, gynecologist).

Medical professionals engaged in breast cancer diagnosis and treatment might include: Gynecologist or OB/GYN, Radiologist, Oncologist (general, medical, radiation, surgical), Nurse/oncology nurse specialist, Oncology social worker, Surgeon, Radiation therapy oncologist, Radiation therapy technologist, Radiation therapy physicist, Pathologist, and Reconstructive/plastic surgeon.

An oncologist is a medical doctor who trains in the diagnosis and also treatment of cancer. If a radiologist identifies breast cancer, a woman might be referred to an oncologist for treatment.

Medical oncologists concentrate in the use of chemotherapy and other drugs to care for cancer. Radiation oncologists focus in the sage of x-rays and other radiation techniques to eradicate tumors.

Source : Ezine


Sabtu, 29 Agustus 2009

Breast Cancer Stages

Breast cancer is divided into five stages. Stages 0-2 are considered "early", stage 3 considered "advanced", and stage 4 "late". Staging categories are important for predicting future prognosis, and determine optimal treatment recommendations.

Stage 0 is DCIS, or ductal carcinoma in situ. Breast cancer arises from the cells that line the milk ducts. When the cancerous cells are still contained inside the duct, it is diagnosed as DCIS. This can only be determined by a pathologist doctor looking at the tissue under a microscope. In general, when the DCIS lesion is small, there is no need to suspect cancer spread outside the breast.

Stage 1 is invasive or infiltrating cancer. Here, the cancer cells have broken through the duct wall and are found outside the ducts as well. In this case, doctors need to determine whether the cancer has spread to the lymph nodes. Stage 1 breast cancer must be equal or smaller than 2 cm in its invasive component, AND have no spread to lymph nodes. Often, the tissue removed at surgery contain DCIS in addition to the invasive cancer. However, only the dimensions of the invasive cancer count. If the patient needs to have multiple surgeries and the invasive cancer is found at more than one operation, usually the dimensions are added together to arrive at the final size.

Stage 2 has two subcategories. In stage 2A, the invasive cancer can be 2 cm or less and has spread to axillary (armpit) lymph node(s), i.e. positive node(s). Also, the invasive cancer can be as large as 5 cm, but has not spread to lymph nodes, i.e. negative nodes. In stage 2B, the invasive cancer is between 2cm and up to 5 cm and has spread to nodes. Here, cancer may measure even larger than 5 cm if it has not spread to nodes.

Stage 3 includes invasive cancer larger than 5 cm that has spread to lymph nodes. Also, cancer of any size that heavily involves the axillary lymph nodes to the point that these nodes are bulky and stuck together or stuck to other structures in the axilla (armpit) are in this stage. Tumor spread to lymph nodes either above or below the clavicle bone, or to nodes underneath the sternum (breast bone), also falls into this category. Furthermore, if the cancer of any size is attached to the chest wall (pectoralis muscle and/or ribs), it qualifies as stage 3. Inflammatory cancer, where the skin of the breast is red and swollen, is classified in this stage, regardless of size.

Stage 4 is invasive cancer found outside the breast and axillary lymph nodes, or "metastatic" to distant sites. At this stage, it does not matter how large the primary cancer in the breast is. Nor does it matter whether axillary/clavicle/breast bone lymph nodes have cancer or not. The most common sites for metastasis for breast cancer are bone and liver, followed by lungs and brain. Standard testing include bone scan and CT scan of the chest, abdomen and pelvis. More recently, PET scan is often done to look for cancer spread. Sometimes, a brain MRI or CT is also useful.

Source : Dr. Mai Brooks-Ezine Articles

Senin, 24 Agustus 2009

Penelitian Sel Punca Kanker, Harapan Baru Penderita Kanker


JAKARTA, KOMPAS.com - Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI) bekerjasama untuk melakukan penelitian terhadap karakteristik sel punca kanker untuk menemukan cara yang tepat menghentikan sel kanker memperbarui diri.

"Sel punca kanker inilah yang menentukan sel-sel kanker yang sudah diobati tumbuh lagi" kata Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik FKUI Septelia Inawati Wanandi di FKUI, Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan jika karakteristik sel punca kanker telah diteliti, maka akan ditemukan cara untuk menghambat perkembangan atau bahkan membunuh sel punca tersebut sehingga penyakit kanker bisa disembuhkan secara total dan tidak merusak jaringan normal yang berada di sekitar sel kanker.

Penelitian terhadap sel punca kanker akan mengarah pada pengembangan pengobatan kanker dengan "targeted therapy". "Targeted therapy" ialah pengobatan kanker yang hanya membunuh sel punca kankernya saja tanpa membunuh sel-sel normal yang berada di sekitar sel-sel kanker.

Pengobatan kanker selama ini menggunakan pengobatan sinar, kemoterapi, dan pembedahan. Pengobatan tersebut bukan hanya mematikan sel-sel kanker namun juga merusak sel-sel normal yang hidup di sekitar sel kanker.

Rusaknya sel-sel normal itulah yang menyebabkan penderita merasa kesakitan ketika menjalani pengobatan kanker.

"Dengan membunuh sel punca kankernya saja, diharapkan akan menciptakan pengobatan yang lebih nyaman bagi penderita kanker," kata Septelia.

Peneliti dari UI itu juga menjelaskan penelitian sel punca kanker dilakukan pada sel kanker payudara dan kanker rahim karena jumlah penderita kanker payudara dan kanker rahim paling tinggi dibandingkan penderita kanker lainnya.

Penelitian sel punca kanker ditargetkan selesai dalam tiga tahun dan akan dimulai pada bulan Juni 2009.

"Seharusnya kami sudah mulai bulan Maret, tetapi karena penelitian ini benar-benar baru, jadi kami harus menyiapkan semuanya dari awal," kata perempuan yang kerap dipanggil Ina itu.

Sebelumnya, sudah banyak penelitian terhadap sel punca pada jaringan tubuh yang sehat atau sel punca normal, bukan sel punca kanker. Sel punca normal bahkan dapat digunakan untuk pengobatan.

ABD
Sumber : Antara - Kompas
Rabu, 20 Mei 2009 | 20:22 WIB

Jumat, 21 Agustus 2009

Dicanangkan Program Nasional Deteksi Kanker Rahim dan Payudara

JAKARTA, SENIN - Ibu Ani Yudhoyono mencanangkan Program Nasional

Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara, yang merupakan jenis kanker yang banyak diderita perempuan di Indonesia.

Program nasional tersebut dicanangkan di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, Senin (21/4), bertepatan dengan peringatan Hari Kartini. Pencanangan yang bertema "Selamatkan Perempuan Indonesia Dari Kanker Melalui Deteksi Dini" itu juga dihadiri oleh Istri Wakil Presiden, Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dan juga istri-istri para menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Pada pencanangan tersebut, Departemen Kesehatan (Depkes) menyumbangkan bantuan berupa alat deteksi dini kepada enam kabupaten, yaitu Deli Serdang, Gresik, Kebumen, Gunung Kidul, Karawang, dan Gowa. Depkes juga menyumbangkan mobil mammografi kepada RS Kanker Dharmais.

Menurut rencana, pada acara pencanangan yang dimulai pukul 10.00 WIB itu, Ibu Negara juga akan meninjau fasilitas dan ruang pemeriksaan di RS Dharmais. Berdasarkan data 2001, penyakit kanker merupakan penyebab kematian kelima di Indonesia dan terus mengalami peningkatan.

Pada 2007, penderita kanker tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara yang diikuti oleh kanker leher rahim. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) 2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh kanker pada perempuan dengan penemuan kasus baru 22,7 persen dan jumlah kematian 14 persen per tahun dari seluruh penyakit kanker yang diderita perempuan di dunia.

Kanker rahim menempati urutan kedua dengan temuan kasus baru 9,7 persen dan jumlah kematian 9,3 persen dari seluruh kanker pada perempuan di dunia. Meski belum diketahui pasti insiden kanker di Indonesia, namun berdasarkan data Globocan tersebut, pada 2002 didapatkan perkiraan penderita kanker payudara sebesar 26 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim sebesar 16 persen per 100.000 perempuan.

Menurut Departemen Kesehatan, salah satu alasan semakin berkembangnya penyakit kanker tersebut adalah rendahnya cakupan deteksi dini.

AC
Sumber : Antara - Kompas
Senin, 21 April 2008 | 09:58 WIB

Rabu, 19 Agustus 2009

Banyak Gerak Hindarkan Kanker Payudara

INGIN terhindar dari risiko kanker payudara? Cobalah mengubah gaya hidup dengan lebih banyak beraktivitas termasuk meluangkan waktu berolahraga. Suatu riset menunjukkan, aktivitas yang membuat tubuh bergerak aktif dan membakar kalori mampu menekan risiko para wanita sehat dan lanjut usia mengidap kanker payudara hingga 30 persen.

Penelitian di Amerika Serikat melibatkan sekitar 30.000 wanita pasca-menopause memperlihatkan bahwa aktivitas yang menguras tenaga -- mulai dari jenis pekerjaan rumah seperti mengepel lantai hingga olahraga jogging -- dapat melindungi para kaum Hawa dari ancaman kanker payudara, bahkan juga buat mereka yang tak termasuk kelompok berisiko tinggi.

Faedah olahraga dan aktivitas ini, kata peneliti, lebih nyata terlihat di antara para wanita yang berbadan kurus. "Kami tahu bahwa kegemukan telah menyebabkan risiko wanita mengidap kanker payudara meningkat. Apa yang ditunjukkan riset kami, para wanita yang tidak mengalami peningkatan risiko akan memperoleh faedahnya jika mereka berolahraga," ungkap Michael Leitzmann, peneliti dari National Cancer Institute of the U.S. National Institutes of Health.

Sejumlah penelitian lain menyebutkan bahwa aktivitas yang menguras kalori seperti olahraga dapat menghindarkan seseorang dari sakit jantung, kanker dan penyakit degeneratif lainnya.

Dalam risetnya, Leitzmann menggunakan teknik kuisioner untuk menentukan seberapa sering responden wanita melakukan olahraga atau beraktivitas. Semua wanita dalam kondisi sehat ketika riset dimulai. Dalam 11 tahun kemudian, penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan partisipan yang paling rajin beraktivitas atau berolahraga berisiko 13 persen lebih rendah mengidap kanker.

Penurunan risiko ini tercatat lebih besar lagi -- sekitar 30 persen --ketika para ahli membandingkannya dengan para wanita yang berat badannya normal. "Hubungannya akan lebih kuat di antara wanita yang berbadan ramping," ungkap Leitzmann, yang juga bekerja di University Hospital, Regensburg, Jerman.

Yang menarik, jenis aktivitas yang tidak terlalu menguras tenaga seperti pekerjaan rumah yang ringan, berjalan kaki, hiking, tampaknya tidak terlalu signifikan memberikan efek perlindungan, kata peneliti yang memuat risetnya dalam jurnal BioMed Central's Breast Cancer Research.

Riset ini tidak menjelaskan mengapa olahraga dapat memberikan manfaat bagi pencegahan kanker, namun Leitzmann mencatat bahwa penelitian lain telah menujukkan bahwa bergerak aktif dapat menurunkan kadar estrogen s -- yang merupakan salah satu faktor risiko -- selain juga dapat memberikan proteksi terhadap sistem kekebalan secara umum.

AC
Sumber : Reuters-Kompas
Jumat, 31 Oktober 2008 | 11:34 WIB

Selasa, 18 Agustus 2009

Berpikir Positif Cegah Kanker Payudara

MERASA bahagia dan selalu berpikir positif adalah salah satu kunci penting dalam menjalani kehidupan. Dengan perasaan optimistis dan bahagia, risiko terserang berbagai penyakit pun dapat ditekan seminimal mungkin. Pentingnya perasaan positif dan bahagia tercermin dari sebuah riset belum lama ini yang dimuat BioMed Central journal BMC Cancer. Hasil riset mengindikasikan wanita yang bahagia dan berpikir positif cenderung berisiko lebih rendah mengidap penyakit kanker payudara.

Dr Ronit Peled dari Ben-Gurion University of the Negev di Beer Sheva, Israel, dalam hasil risetnya menyatakan bahwa kebahagiaan dan optimisme mampu menekan risiko kanker payudara pada wanita hingga 25 persen. Sedangkan pengalaman atau kejadian traumatis seperti perceraian atau kehilangan seseorang yang dicintai dapat memburuk risiko.

“Kami secara hati-hati dapat menyatakan bahwa mengalami satu atau lebih kejadian menyedihkan adalah sebuah faktor risiko kanker payudara pada wanita muda. Di lain pihak, perasaan akan bahagia dan optimisme dapat memberikan perlindungan. Wanita muda yang mengalami sejumlah pengalaman buruk dalam hidupnya dipertimbangkan sebagai kelompok yang berisiko kanker payudara dan oleh sebab itu harus ditangani,'' ungkap Ronit Peled.

Tetapi Peled menekankan bahwa hasil risetnya jangan diartikan bahwa rasa bahagia dan optimisme menjadi gerbang utama untuk terhindar dari penyakit kanker payudara. "Konsumsi makan yang baik dan aktif secara fisik merupakan faktor yang harus diperhitungkan," tambahnya.

Dr Peled dan timnya meneliti sejumlah faktor yang berkaitan dengan stres psikologis seperti kehilangan orangtua sebelum berusia 20 tahun dan kaitannya dengan risiko kanker.Peled melakukan penelitian ini dilatarbelakangi tingginya faktor risiko kanker payudara yang dialami wanita Israel. Lebih-lebih wanita Israel kerap kerap disebut kelompok dengan risiko tertinggi di dunia dalam hal kanker payudara.

Sebanyak 255 wanita usia 25 - 45 tahun yang terindikasi kanker paru dilibatkan bersama 367 wanita usia sama yang tidak mengalami kanker. Peled dan timnya menanyakan sejumlah hal kepada para wanita seperti pandangan akan masa depan dan pengalaman traumatis akibat penyakit, kehilangan pekerjaan, perceraian hingga kematian.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara cara berpikir wanita dengan risiko mengidap kanker payudara. Mereka yang berpikir optimistis mencatat risiko 25 persen lebih rendah mengidap kanker. Sementra wanita yang mengalami dua atau tiga kejadian atau pengalaman traumatis mengalami peningkatan risiko sebesar 62 persen.

"Ditemukan bahwa perasaaan bahagia dan optimisme memberikan dampak protektif ," ujar peneliti .

AC, Sumber : Reuters - Kompas
Minggu, 14 September 2008 | 16:20 WIB

Senin, 17 Agustus 2009

Perempuan Waspadai Benjolan di Payudara Anda

KAUM perempuan perlu mewaspadai jika menemukan adanya benjolan pada bagian payudaranya. Sebab, benjolan itu bisa jadi salah satu gejala terjangkitnya kanker payudara. Untuk memastikan apakah benjolan itu merupakan tumor ganas atau tidak, maka penderita perlu segera memeriksakan diri dengan mammografi.

"Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya deteksi dini kanker payudara harus ditingkatkan melalui penyuluhan yang terus-menerus," kata Ahli bedah-onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Sutjipto, dalam diskusi terbatas, di Jakarta, Rabu (16/7).

Kanker payudara sebenarnya bisa disembuhkan jika terdeteksi sejak dini melalui pemeriksaan klinik dan mammografi. Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kelompok usia penderita makin muda, bahkan ada yang berusia di bawah 30 tahun. Ini dipicu pola hidup yang tidak sehat seperti kegemaran merokok dan konsumsi makanan siap saji, ujarnya menambahkan .

Ada beberapa gejala penyakit ini yang bisa dikenali yaitu munculnya benjolan di payudara dan perubahan besar maupun bentuk payudara. Gejala lain adalah, keluar cairan yang tidak normal dari puting susu, cairan dapat berupa nanah, darah, cairan encer atau keluar air susu pada ibu yang tidak hamil atau tidak sedang menyusui. Selain itu, kulit, puting susu dan areola melekuk ke dalam atau berkerut.

Semakin tinggi stadiumnya, maka ukuran benjolan akan semakin besar. Jika baru berupa benjolan dan belum menjalar ke organ tubuh lain, maka pengobatannya cukup dengan mengangkat benjolan itu sesegera mungkin sebelum makin membesar, kata Sutjipto. Jika sudah memasuki stadium empat, maka benjolan atau tumor ganas itu akan menjalar ke organ tubuh lain.

"Makin dini stadiumnya, peluang untuk sembuh atau tingkat harapan hidup juga makin besar," ujarnya. Pada tahap awal, kanker payudara tidak menimbulkan gejala apa pun, namun bersamaan dengan berkembangnya penyakit akan timbul gejala yang menyebabkan perubahan pada payudara. Untuk itu perlu ada pemeriksaan secara berkala baik dengan pemeriksaan payudara sendiri, pemeriksaan oleh tenaga medis maupun mammogram.

Sumber : Kompas
Rabu, 16 Juli 2008 | 20:12 WIB

Jumat, 14 Agustus 2009

Risiko Kanker Prostat pada Pria

KOMPAS.com — Pola hidup dan lingkungan yang buruk meningkatkan risiko gangguan organ reproduksi pria. Bagaimana supaya tetap sehat?

Di kalangan pria, kanker prostat merupakan gangguan kesehatan yang patut diwaspadai. Prostat adalah kelenjar kelamin yang hanya terdapat pada pria. Fungsinya memproduksi sperma/mani dan menjaga sperma agar tetap hidup.

Kelenjar prostat berukuran sebesar biji walnut. Letaknya di bawah kandung kemih mengelilingi pangkal saluran kemih. Dalam menjalankan fungsinya, kelenjar prostat memerlukan hormon testoteron yang dihasilkan oleh buah zakar (testis).

Adapun kanker prostat merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat. Sel-sel kelenjar prostat tersebut berkembang secara abnormal tidak terkendali sehingga merusak jaringan di sekitarnya.

Kanker prostat jarang terjadi pada pria di bawah 40 tahun. Penderitanya paling banyak berusia di atas 50 tahun. Namun, bukan berarti pria usia muda tak perlu mewaspadainya. Asal tahu saja, kanker tersebut penyebarannya sangat lambat dan kebanyakan tak menimbulkan gejala.

Meski penyebabnya belum jelas, ditengarai ada beberapa kemungkinan faktor risiko munculnya kanker prostat. Di antaranya:
- Genetik
Risiko jadi semakin tinggi jika terbukti ada kerabat yang terdiagnosis kanker prostat. Jika ayah atau saudara laki-laki menderita kanker prostat, berarti risiko yang dihadapi cukup tinggi.

- Pola konsumsi
Dari berbagai riset diungkapkan, pola makan memengaruhi peningkatan kemungkinan seseorang dapat menderita kanker, apa pun jenisnya. Bahkan, para ahli gizi menyatakan, 80-90 persen kasus kanker berkaitan erat dengan makanan yang dikonsumsi. Berbagai penelitian mengatakan, risiko akan meningkat bila seseorang sehari-harinya mengonsumsi diet tinggi lemak.

- Gaya hidup
Merokok dan minum alkohol ditengarai menjadi pemicu munculnya kanker prostat. Selain itu, sering berganti-ganti pasangan juga membuka kesempatan terjadinya infeksi virus penyebab kanker yang ditularkan melalui hubungan kelamin.

- Lingkungan
Pekerja industri yang berkontak lama dengan logam kadmium (bahan pembuat batere), juga bahan-bahan kimia lain berisiko tinggi mengidap kanker prostat.

Pada tahap awal, kanker prostat biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi pada tahap selanjutnya sering timbul gejala/keluhan seperti:
1. Sering buang air kecil terutama di malam hari.
2. Buang air kecil harus mengejan.
3. Sulit menahan buang air kecil.
4. Tidak dapat buang air kecil sama sekali.
5. Buang air kecil terasa sakit/panas.
6. Ada darah dalam air seni dan air mani.
7. Terasa sakit saat berejakulasi.
8. Nyeri/kaki di daerah bokong, panggul, dan pangkal paha.

Sumber : Kompas
Selasa, 4 Agustus 2009 | 09:40 WIB

Para Pria, Awas Gangguan Prostat Menanti Anda !

JAKARTA, KOMPAS.com - Mulai umur 50 tahun ke atas para pria mesti waspada. Pasalnya 4 dari 5 pria berumur 50 tahun berisiko mengalami gangguan prostat. Semakin bertambah umur, prevalensinya makin tinggi.

Demikian diungkap dr. Rachmat B. Santoso, Sp.U dari Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais saat Penyuluhan Deteksi Dini Kanker Prostat di R.S. Dharmais, Jakarta, Selasa (12/5).
"Laki-laki bisa seperti itu karena kami mempunyai hormon testoteron yang dihasilkan oleh testis," kata dokter lulusan Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa di dalam tubuh, hormon tersebut berubah menjadi dihydrotestosterone (DHT). Seiring bertambahnya usia, DHT akan semakin banyak, akibatnya prostat akan semakin membesar. Berat normal prostat adalah 20 gram, tapi kalau sudah membesar bisa mencapai 100 gram.

Ketika prostat membesar maka ia akan menjepit saluran uretra atau saluran kandung kemih yang melewati prostat menuju penis. Prostat sendiri letaknya di antara pangkal penis dan kandung kemih. "Jika sudah seperti ini, maka yang bersangkutan akan mengalami gangguan," ungkap Rachmat.

Gangguan yang dimaksud antara lain sulit pipis (pipis harus nunggu dulu 1 - 2 menit baru bisa mulai pipis), sering pipis (dalam sehari bisa 6-7 kali), saat tidur malam kerap terbangun untuk pipis (frekuensi di atas 2 kali), kalau terasa mau pipis harus segera ke kamar mandi karena bisa mengompol, alami terminal dribbing atau pipis di celana duluan, pancaran kencing melemah (tidak jauh lagi), dan air kencing mengandung darah meski tampak bening.

Akibatnya para pria ini akan merasa sakit tiap kali pipis, mengalami infeksi saluran kemih karena ada sisa kemih yang tertinggal akibat terjepitnya uretra, timbul batu (air kemih yang tertahan akan ciptakan residu yang lambat laun akan memadat dan mengeras) dan jika tersumbatnya uretra menjadi kronis ginjal akan membengkak. Akibatnya timbul gagal ginjal.

Menurut Rachmat, kalau sudah seperti itu perlu ada tindakan penanganan. Penanganan pertama adalah dengan cara pengobatan. Obat yang diberikan adalah a-blockers untuk membuat otot prostat yang membesar rileks. Obat lainnya adalah a-reductase inhibitors untuk mengurangi volume prostat. "Pengobatan ini dilakukan selama 6 bulan - 1 tahun secara berturut-turut," katanya.

Jika pengobatan tidak mempan, tambahnya, maka dilakukan endoskopi untuk meresesi prostat sehingga tidak lagi menjepit saluran uretra atau saluran kandung kemih.

Tetapi jika gangguan prostat sudah sangat parah, maka yang mesti dilakukan adalah mengoperasi prostat. "Ini sangat berisiko karena bisa mengakibatkan impotensi," tegas Rachmat memperingatkan.

Fungsi prostat sendiri, ia melanjutkan, adalah membantu memproduksi cairan semen untuk memudahkan sel sprema bergerak menuju indung telur.

ONE - Sumber Kompas
Selasa, 12 Mei 2009 | 20:33 WIB

Kamis, 13 Agustus 2009

Coba Jahe untuk Terapi Kanker

JAHE dapat digunakan untuk membunuh sel kanker ovarium sementara komponen yang terdapat pada cabai diduga dapat mengecilkan atau menyusutkan tumor pankreas. Demikian kata Dr. Rebecca Liu, asisten profesor pada bidang obstetri and ginekologi di Universitas Michigan Comprehensive Cancer Center, AS, dan timnya, yang melakukan tes terhadap bubuk jahe yang dilarutkan dan diberikan pada kultur sel kanker ovarium.

Hasil studi itu menyebutkan bahwa terdapat bukti berbagai makanan pedas atau panas bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan kanker. Studi itu meneliti efektivitas jahe terhadap sel penderita kanker. Meskipun demikian, studi ini masih merupakan langkah pertama.

Dikatakan, jahe dapat membunuh sel kanker dengan dua jalan, yaitu proses penghancuran yang dinamakan apoptosis dan autophagy, proses pemakanan sel. Hal ini diuraikan para ahli dalam pertemuan American Association for Cancer Research.

Menurut Dr. Rebecca, banyak penderita kanker yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi standar, di mana tindakan kemoterapi merupakan proses apoptosis. Sementara jahe yang memiliki kemampuan memakan sel (autophagy) dapat membantu mereka yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi.

American Cancer Society melaporkan kanker ovarium membunuh 16.000 dari 22.000 wanita AS. Jahe terbukti dapat mengontrol keadaan inflamasi, yang berhubungan dengan perkembangan sel kanker ovarium.

Dalam penelitian lain menggunakan tikus yang diberikan capsaicin (salah satu kandungan pada cabai), Sanjay Srivastava dari Universitas Pittsburgh School of Medicine, AS, mendapati bahwa capsaicin ternyata dapat mematikan sel kanker pankreas. Capsaicin membuat sel-sel kanker mati dan memiliki kemampuan memperkecil ukuran tumor.

Hendra Priantono
Sumber : Kompas
Sabtu, 26 Januari 2008 | 15:44 WIB

Sabtu, 08 Agustus 2009

Tangkal Kanker Prostat dengan Brocoli

MENGONSUMSI sayuran hijau seperti brokoli bukan saja memberi nutrisi dan vitamin penting bagi tubuh Anda. Kebiasaan memakan beberapa porsi brokoli setiap minggu ternyata dapat melindungi pria dari kenker prostat.

Seperti dilaporkan ilmuwan dari Inggris, Rabu (2/7), brokoli berpotensi besar menjadi makanan pencegah kanker karena kandungan alaminya memiliki mekanisme unik melawan kanker.

Richard Mithen, ahli biologi dari Institute of Food Research, menjelaskan, senyawa dalam brokoli dapat memicu perubahan genetik dalam tubuh hingga mencapai ratusan. Selain itu, zat-zat dalam brokoli juga mengaktifkan gen-gen yang mampu melawan kanker serta menonaktikan gen-gen yang menyuplai perkembangan tumor.

Sebelumnya memang banyak sekali bukti penelitian yang mendukung pentingnya diet buah dan sayuran untuk menekan risiko kanker. Namun, Mithen mengklaim bahwa risetnya, yang juga dipublikasi dalam Public Library of Science journal PLoS One, adalah penelitian pertama pada manusia yang menyelidiki potensi dan proses mekanismenya secara biologis. "Setiap orang menyarankan untuk mengonsumsi sayuran, tetapi tak satu pun yang bisa menjelaskan mengapa. Penelitian kami mampu menjelaskan mengapa sayuran sangat baik," ungkap Mithen yang memimpin riset ini.

Kanker prostat kini tercatat sebagai penyakit pembunuh kedua tertinggi pada pria setelah kanker paru-paru. Setiap tahun, sekitar 680.000 pria di seluruh dunia didiagnosa menderita penyakit ini dan sekitar 220.000 di antaranya meninggal.

Dalam risetnya, Mithen beserta timnya melibatkan puluhan pria yang mengidap lesi prakanker yang berisiko menjadi kanker prostat. Partisipan dibagi dalam dua kelompok, yakni yang mendapat asupan brokoli dan grup kacang polong. Setiap minggu selama satu tahun kelompok ini diberi empat porsi makanan ekstra brokoli atau kacang polong.

Para ahli juga mengambil contoh jaringan selama berjalannya penelitian dan mereka menemukan bahwa pria yang makan brokoli menunjukkan perubahan gen yang berperan penting dalam melawan kanker. Menurut peneliti, manfaat yang sama juga kemungkinan akan didapat dari sayuran dari jenis Cruciferae atau Brassicaceae yang mengandung senyawa isothiocyanate, seperti kubis kailan, kembang kol, kubis, arugula, selada air, dan horse radish (sejenis lobak).

Namun begitu, lanjut Mithen, brokoli memiliki sejenis bahan khusus yang sangat kuat bernama sulforaphane, yang diyakini membuat sayuran-sayuran hijau memiliki senjata ekstra penangkal kanker. "Ketika orang mengidap kanker, sejumlah gen dinonaktifkan dan beberapa lain diaktifkan. Apa yang dilakukan oleh senyawa dalam brokoli tampaknya mengaktifkan gen-gen yang mencegah pertumbuhan kanker dan mematikan gel lainnya yang membuat tumor menyebar," papar Mithen.

Ia menambahkan, pemakan brokoli menunjukkan 400 hingga 500 perubahan genetik positif dalam tubuhnya, di mana pria yang memiliki sejenis gen bernama GSTM1 mendapatkan manfaat maksimal dari brokoli. Tercatat setengah dari seluruh populasi membawa gen jenis ini.

Peneliti memang tidak memantau lebih jauh para partisipan untuk mengetahui siapa yang akhirnya menderita kanker. Namun, penemuan ini mendukung ide bahwa dengan mengonsumsi
lebih banyak sayuran setiap minggu dapat memberikan perubahan besar bagi kesehatan.

Mithen mengindikasikan bahwa senyawa penting dalam sayuran ini juga kemungkinan besar akan memberi faedah yang sama bagi bagian organ lainnya dan bahkan dapat melindungi dari berbagai jenis kanker. "Anda tidak perlu mengubah diet, hanya butuh lebih banyak porsi sayuran untuk membuat perubahan besar," tegasnya.

AC
Sumber : Reuters ; Kompas
Rabu, 2 Juli 2008 | 11:16 WIB

Sabtu, 01 Agustus 2009

Brokoli, Si Penghalau Kanker

Jangan remehkan para petani. Karena dari merekalah kita mendapatkan obat murah. Penelitian terbaru yang dipublikasikan di American Association for Cancer Research’s Sixth Annual International Conference on Frontiers di Cancer Prevention, Philadelphia Amerika Serikat menyebutkan, bahwa buah beri hitam dan brokoli serta beberapa sayuran segar dapat mengurangi risiko kanker esophagus dan saluran empedu.

Sayur dan buah telah lama diketahui mampu mengurangi risiko munculnya kanker tertentu. Berdasar riset sebelumnya, American Cancer Society merekomendasikan agar kita mengonsumsi lima jenis buah dan sayur setiap hari.

Dalam penelitian awal, para peneliti dari Ohio State University menemukan bahwa beri hitam melindungi kita dari kanker esophagus dengan cara mengurangi proses stress oksidatif yang dihasilkan oleh Barret esophagus, sebuah kondisi pra kanker yang biasa disebut penyakit gastroesopagus refluks. Esophagus merupakan terowongan panjang yang menghubungkan kerongkongan dengan perut. Penyakit refluks menyebabkan asam perut secara terus menerus melonjak ke atas ke arah kerongkongan.

“Khusus pada pasien penderita Barret, refluks pada perut dan asam empedu menyumbang terjadinya kerusakan oksidatif. Jadi, hipotesis kami adalah bahwa makanan yang mengandung bahan-bahan pelindung seperti antioksidan, vitamin, mineral dan fitokimia lain mungkin akan merestorasi keseimbangan oksidatif,” ungkap Laura Kresty, peneliti utama.

Orang dengan penyakit Esophagus Barret biasanya 30 sampai 40 kali biasanya bakal berisiko menderita kanker esophagus dengan angka harapan hidup sampai lima tahun hanya 15 persen.

Tim peneliti ini memberi 32 sampai 45 gram beri hitam setiap hari selama enam bulan kepada 20 pasien penderita esophagus Barret. Mereka menganalisa perubahan dalam darah, urin, dan jaringan sebelum, selama, dan setelah perawatan dan menemukan kadar kadar yang lebih rendah penanda kimiawi adanya stress oksidatif baik pada contoh urin maupun contoh jaringan.

Pada penelitian sebelumnya, beri hitam memang mampu menurunkan risiko munculnya kanker mulut, esophagus, dan kolon. Ahli diet, Wendy Demark-Wahnefried, professor ilmu perilaku pada M.D Anderson Cancer Center do Universitas Texas, Huoston, mengatakan bahwa dia merasa lebih cocok menasihati penderita Barret untuk mengonsumsi beri hitam. “Ini tidak akan menyakitkan,” ungkap Wendy.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Roswell Park Cancer Institute di Buffalo, New York, Amerika Serikat menemukan bahwa brokoli dan beberapa sayuran segar dapat digunakan untuk melawan kanker kandung kemih.
Dengan menggunakan tikus, tim yang diketuai Dr. Yuesheng Zhang, professor ahli kanker ini mendemonstrasikan bahwa ekstrak brokoli dapat mengngari munculnya kanker kandung kemih sampai 70 persen.

“Penelitian kami yang terkini menunjukkan bahwa ekstrak brokoli dapat menghambat berkembangnya kanker kandung kemih. Kami belum tahu, apakah ekstrak yang sama dapat menghambat kanker kandung kemih bila sudah tumbuh,” ujar Zhang yang juga mengungkapkan bahwa kandungan sulforaphane pada brokoli inilah yang mampu mencegah kanker. “Selanjutnya kami berencana meneliti ekstrak brokoli untuk melawan kanker pada manusia,” jelas Zhang.

Tim kedua pada institute yang sama menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi tiga porsi atau lebih sayuran mentah segar setiap bulan mengurangi risiko terkena kanker kandung kemih sebanyak 40 persen. Sayuran segar ini antara lain brokoli, kobis, dan bunga kol.

Tim ini menganalisa kebiasaan diet pada 275 orang yang menderita kanker kandung kemih tahap awal dan 825 orang yang sehat. Para peneliti ini secara khusus menanyai seberapa banyak orang-orang ini mengonsumsi sayuran matang dan mentah yang mereka konsumsi sebelum terdiagnosis penyakit dan apakah mereka merokok.

Analisa ini menunjukkan bahwa makin mentah dan segar sayuran yang dikonsumsi, makin rendah risiko orang-orang ini menderita kanker kandung kemih. Sebagai perbandingan pada perokok dan mereka yang hanya mengonsumsi sayuran mentah kurang tiga porsi setiap hari, mereka yang bukan perokok dan mengonsumsi tiga porsi sayur mentah setiap hari, 73 persen lebih rendah risikonya menderita kanker kandung kemih.

“Dalam penelitian kami, ditemukan konsumsi sayuran segar dan mentah menurunkan risiko kanker kandung kemih pada perokok ringan dan berat,” ujar Li tang, ketua peneliti. Para peneliti ini menegaskan bahwa manfaat ini datang dari sayuran mentah dan segar.

“Ini juga menegaskan bahwa ada banyak ragam komponen dalam sayur dan buah yang bermanfaat menurunkan risiko kanker. Riset seperti ini membantu membantu kita memahami pengaruh nutrisi spesifik untuk tipe kanker tertentu,” jelas Colleen Doyle, Direktur Gisi dan Aktivitas Fisik pada American Cancer Society.

“Masaklah sayur secepat mungkin atau kalau mungkin konsumsilah sayuran segar setiap hari sekurangnya lima porsi, lima jenis warna. Makanan-makanan ini banyak mengandung antioksidan dan fitokimia. Kanker pasti enggan mampir di tubuh Anda,” jelas Doyle.

Source: AFP, ABD , Kompas
Senin, 4 Februari 2008 | 18:27 WIB

Ditemukan, Cara baru Melawan Kanker

Senin, 1 Juni 2009 | 10:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.Com - Harapan baru terbit dalam terapi pengobatan penyakit yang jadi momok banyak orang. Setelah operasi, kemoterapi, dan radiasi, dunia kedokteran akhirnya menemukan cara lain untuk mengatasi kanker, yakni menggunakan pelawan alami tubuh, sistem imun. Pendekatan itu oleh para ahli disebut sebagai vaksin kanker kendati sifatnya adalah pengobatan, bukan pencegahan. Namun, ini adalah sebuah langkah baru dalam pengobatan penyakit mematikan itu setelah kurun waktu 30 tahun penelitian.

Pada konferensi mengenai kanker, kemarin (31/5), salah seorang peneliti mengatakan, vaksin ini akan menjaga sel kanker mengganas dalam jangka waktu setahun. Dalam pengobatan kanker hal tersebut adalah sebuah langkah besar, mengingat keberhasilan sebuah terapi biasanya diukur dalam hitungan minggu atau bahkan hari.

Dalam sebuah percobaan terhadap tiga penyakit, kanker prostat, penyakit kulit melanoma, dan tumor neuroblastoma yang sering menyerang anak-anak, vaksin ini menunjukkan hasil yang positif dalam beberapa minggu. "Kami belum tahu apakah yang kami lakukan akan membuat perbedaan besar," kata Dr Len Lichtenfield dari American Cancer Society.

Berbeda dengan penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti flu atau polio, di mana mudah dikenali oleh sistem imun karena mereka punya bentuk berbeda dari sel manusia, masalah terbesar dalam pengobatan kanker adalah sistem imun kita sering tak "melihat" kanker sebagai lawan. "Sel kanker berasal dari sel kita sendiri sehingga sistem imun kita sering tak bisa membedakannya dengan sel yang normal," papar Dr.Patrick Hwu dari M.D Anderson Cancer Center, Universitas Texas, AS.

Pada terapi vaksin kanker ini para ahli mengambil zat inti dari permukaan sel kanker lalu menggantinya dengan sesuatu yang sudah dikenali sebagai benda asing oleh sistem imun. Pada kasus limfoma atau kanker getah bening, para ahli memakai protein kerang. "Ini seperti melatih sistem imun untuk membunuh sel jahat," kata Hwu. Agar serangan semakin kuat, para dokter menambah sesuatu yang oleh sel imun dianggap sangat berbahaya dan perlu dilawan segera.

AN
Sumber : AP : Kompas

Jumat, 31 Juli 2009

Menuju Pengobatan Kanker Yang Ramah

Kamis, 21 Mei 2009 | 16:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tren pengobatan kanker yang berkembang di Indonesia menuju pengobatan yang ramah, artinya pengobatan tersebut hanya membunuh inti sel kankernya saja tanpa membunuh jaringan normal yang juga berkembang di sekitar sel kanker."Pengobatan kanker yang ada sekarang sering membawa efek samping pada penderita," kata Ketua Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Mohamad Sadikin seusai Seminar Forum Biomedika di FKUI, Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa pengobatan kanker yang ada, yaitu dengan bedah, elektrokimia, dan konsumsi obat berfokus untuk membunuh ke inti sel kanker. "Makanya kalau ada pasien yang merasakan sakit sekali ketika sedang diobati, itu karena sel-sel yang normalnya juga ikut mati," kata Sadikin.

Ia juga menambahkan, kini dunia kedokteran sedang mengusahakan pengobatan kanker yang bukan hanya berfokus pada menghentikan perkembangan sel kanker dengan cara radikal, tetapi dengan cara yang selektif, yaitu mengganggu metabolisme sel kanker, menghindari pemicu kanker dengan gaya hidup sehat, dan yang terbaru adalah pengobatan dengan sel punca.

Di Indonesia, kanker termasuk ke dalam lima besar sebagai penyebab kematian khususnya kanker payudara dan kanker rahim yang lebih banyak diidap penderita kanker di Indonesia, paling banyak dibandingkan jenis kanker lainnya.

Sel kanker yang ada di dalam tubuh tidak semuanya bisa menjadi ganas karena sel tersebut bisa menjadi ganas setelah dipicu oleh zat-zat tertentu. Zat tersebut bisa berasal dari apa yang kita konsumsi setiap hari.

Mengenai pengobatan kanker dengan tanaman tradisional, Mohamad Sadikin mengatakan perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap obat-obatan tradisional tersebut.

"Pengobatan itu sebaiknya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," kata Sadikin. Sadikin menambahkan, jika bahan tanaman tradisional itu sebatas pada bahan yang bisa dikonsumsi langsung, seperti bawang putih, kunyit, jahe, dan dikonsumsi dalam takaran yang wajar, maka tidak akan membawa dampak yang signifikan pada kesehatan.

Sumber : Antara Kompas

Selasa, 28 Juli 2009

Yang Tak Boleh Ditinggalkan Pengidap Kanker

Sabtu, 20 Juni 2009 | 14:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah rutinitas jadwal kemoterapi dan kunjungan kerabat serta rekan kerja yang seolah tak pernah berhenti, para penderita kanker sering melupakan dua hal sederhana ini. Perasaan bahagia dan semangat untuk hidup.

Padahal, menurut Dr Aru Wisaksono Sudoyo dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI), perasaan bahagia dan semangat untuk hidup berpengaruh besar terhadap ketahanannya dalam menjalankan sisa hidup penderita.

"Mereka yang bersikap positif itu memang berpengaruh besar terhadap survival-nya karena dia memang akan selalu berusaha untuk hidup, mencari kegiatan sehingga dia jadi mau makan lebih banyak. Lalu kegiatan badannya menjadi lebih bagus," tutur Aru seusai acara Patients Gathering II Indonesian Ostomy Association (InOA) dan YKI di Hotel Le Meridien, Sabtu (20/6).

Langkah utama yang menentukan adalah rasa penerimaan diri mereka. Para penderita harus mampu menerima kanker yang ada dalam tubuhnya sebagai bagian dari dirinya dan melakukan yang terbaik untuk mengalahkan itu.

Berdasarkan pengalamannya, Dr Aru mendapati bahwa penderita yang sejak awal sudah sulit menerima penyakitnya dan memiliki resistensi serta penyesalan menunjukkan efek samping kemoterapi yang lebih hebat. Misalnya, muntah-muntah lebih hebat. Dr Lula Kamal juga membenarkan pendapat Dr Aru.

Bagi dr Lula, pekerjaan yang paling melelahkan bagi dokter yang menghadapi penderita kanker sebenarnya adalah menggenjot semangat penderita."Karena ketika mereka sakit pasti down. Padahal, harusnya mereka bisa bersenang-senang,naik haji, beribadah dengan baik menikmati sisa waktu yang Tuhan berikan," ujar Lula.

Di sini, keluarga juga memiliki peran yang besar dalam mentransfer perasaan bahagia dan semangat untuk hidup. Bukan menunjukkan rasa kasihan yang berlebihan.

LIN
Sumber : Kompas



Senin, 27 Juli 2009

10 Cara Hindari Kanker

Minggu, 17 Mei 2009 | 18:22 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sumber dari Situs Depkes mengatakan ada 6 juta pasien kanker baru pertahun di dunia. Setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Di negara-negara berkembang, setiap tahunnya tercatat 100 penderita kanker dari setiap 100.000 penduduk. Di Indonesia jumlah penderita kankernya mencapai 6 persen dari populasi.

Jika dibandingkan dengan catatan sensus penduduk tahun 2000 dari Badan Pusat Statistik yang menyebutkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 203,46 juta orang, maka penderita kanker di Indonesia kira-kira berjumlah 12.180.000 orang. Terkait dengan data tersebut baik jika kita menyimak dan menyikapi publikasi yang dikeluarkan Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais tentang 10 Cara Menghindari Kanker. Harapannya semoga kita bisa lebih arif dalam menjalankan pola hidup menuju hidup sehat dan produktif.

Berikut kesepuluh cara tersebut:
1. Berhenti merokok.
Merokok merupakan sebab utama kanker paru dan hampir 30 persen menjadi penyebab terjadinya jenis kanker lain. Jika merokok di rumah maka akan menyebabkan terpaparnya seluruh penghuni rumah, termasuk anak-anak, dengan asap rokok dan menyebabkan penyakit saluran pernapasan.

2. Hindari sinar matahari
Sinar matahari berlebih bisa sebabkan kanker kulit. Untuk itu lindungi kulit Anda dengan krim tabir surya, gunakan baju berlengan panjang dan topi atau payung di saat terik matahari memancar.

3. Kurangi kadar lemak dalam makanan
Makanan yang mengandung banyak lemak menyebabkan peningkatan berat badan dan kegemukan. Hal tersebut menjadi penyebab kanker di kandungan, kandungan empedu, payudara, dan kolon. Mengontrol berat badan dengan diet seimbang dan olahraga akan mengurangi resiko Anda terkena kanker.

4. Perbanyak makanan berserat
Gandum, beras, sayuran, dan buah-buahan merupakan sumber serat alami yang sangat baik dan melindungi Anda dari kanker kolorektal. Makanan yang banyak mengandung serat seperti roti gandum, dedak, jagung, beras, bayam, kentang, apel, peer, dan tomat sebaiknya dikonsumsi secara teratur setiap hari.

5. Kurangi konsumsi makanan yang diasap, dibakar, dan diawetkan dengan nitrit
Kanker oesofagus dan lambung lebih sering dijumpai di negara yang penduduknya banyak mengkonsumsi makanan yang diproses dengan penguapan maupun diawetkan dengan nitrit. Dalam makanan yang dibakar diketahui kandungan zat yang meningkatkan resiko kanker lebih tinggi.

6. Pilih makanan yang banyak mengandung vitamin A dan C
Vitamin alami dan zat penting lain yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan dapat melindungi kita dari kanker oesofagus, laring, lambung dan paru. Jeruk, pisang, mangga, pepaya, tomat, dan buah-buahan tropis lainnya, wortel serta brokoli merupakan sumber dari vitamin dan zat-zat penting.

7. Konsumsi lebih banyak sayuran golongan kubis
Penelitian menunjukkan bahwa sayuran yang termasuk dalam golongan kubis, seperti kol, brokoli, bunga kol, bak choy, dan kale dapat melindungi Anda dari kanker lambung, kolorektal dan kanker saluran nafas.

8. Hindari minuman beralkohol
Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak beresiko tinggi terkena kanker hati dan lambung. Merokok yang disertai minum alkohol akan meningkatkan resiko yang amat besar terjadinya kanker mulut, tenggorakan, laring dan oesofagus.

9. Periksalah diri secara teratur
Bagi perempuan dianjurkan melakukan pap smear, pemeriksaan payudara sendiri maupun dengan mammografi untuk mendeteksi adanya kanker leher rahim dan payudara. Sedangkan untuk laki-laki rajinlah untuk memeriksakan diri dari bahaya kanker prostat dan kanker testis.

10. Pola hidup yang seimbang
Makan yang cukup dan gizi seimbang, penggunaan waktu yang seimbang antara bekerja, istirahat, rekreasi dan olahraga, serta selalu mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi resiko timbulnya kanker.

ONE
Sumber : Kompas

Sabtu, 25 Juli 2009

Farrah Fawcett Dies at 62

LOS ANGELES, Calif. -- Farrah Fawcett has died after a long battle with cancer, Access Hollywood has confirmed. Farrah died at 9:28 AM on Thursday at St. John's Hospital in Santa Monica, Calif.

She was 62.
"After a long and brave battle with cancer, our beloved Farrah has passed away," Farrah's longtime companion, Ryan O'Neal, said in a statement to Access. "Although this is an extremely difficult time for her family and friends, we take comfort in the beautiful times that we shared with Farrah over the years and the knowledge that her life brought joy to so many people around the world."The actress, best known for her role in the '70s TV show "Charlie's Angels" and her iconic hair, was in the hospital earlier this month and a source close to Farrah told Access Hollywood at the time that she was not doing well.While her condition was deteriorating, those closest to Farrah wanted to take her home for her final days.Her death comes just days after O'Neal revealed he had asked Farrah to be his wife.

"If she's feeling a little better, I've asked her to marry me again and she's agreed," Ryan said in a new interview with Barbara Walters for ABC's "20/20," set to air June 26."We will as soon as she can say, 'Yes.' Maybe she can nod her head. I promise you, we will." However, a source has confirmed to Access that Ryan and Farrah did not get married prior to her death. In addition, Access has learned Ryan and Farrah's son, Redmond O'Neal, did not get to see his mother a second time on a court-allowed visit from jail. The last time Redmond saw Farrah was during his first and only court-allowed visit on April 25.

A spokesperson for the Los Angeles County Sheriff's department told Access no requests had been made to transport Redmond to see his mother before she died.

Following her diagnosis with anal cancer in 2006, Farrah waged a very public battle against the disease, documenting her fight in "Farrah's Story," which aired in May on NBC and will re-air on June 26 at 8 PM. After several rounds of chemotherapy treatments, Farrah announced that she was cancer-free, but in May 2007, the cancer had returned and she underwent further treatment in Germany.

The star was born on February 2, 1947, in Corpus Christi, Texas. Even at a young age, Farrah caught people's attention - she was given the title "Most Beautiful" in high school. She became an icon for her role as Jill Munroe in "Charlie's Angels" in the mid-'70s, inspiring fans to imitate her feathered blonde hair. She rose to sex symbol status thanks in part to a now-legendary swimsuit poster that sold over 12 million copies.

Farrah left the popular show after a single season, going on to star in a number of films, television shows and made-for-TV movies such as 1984's "The Burning Bed," which earned her an Emmy nomination. The actress made further headlines in 1995, when she posed for Playboy at age 48. Farrah is survived by her father James, longtime partner Ryan O'Neal, their son, Redmond O'Neal, who has dealt with numerous legal issues over the last few years, including most recently, an arrest for allegedly trying to bring heroin into an LA-area jail facility on April 5.
( From Yahoo.com)


Jumat, 24 Juli 2009

Ibu Hamil Tetap Bisa Dikemo

Selasa, 14 Juli 2009 | 15:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap wanita yang telah menikah pasti ingin segera hamil. Namun,
bagaimana bila saat berbadan dua ternyata ibu hamil dinyatakan menderita kanker. Bolehkah ia dikemoterapi?

"Ibu hamil tetap dapat menjalani kemoterapi, pelaksanaan kemoterapi itu harus dilakukan setelah tri semester pertama masa kehamilan." Demikian dijelaskan DR.dr. Noorwati Sutandyo, S, SpD. KHOM, Staf Divisi Hematologi-onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RS. Kanker Dharmais, yang ditemui di RS. Dharmais Jakarta, Selasa ( 14/7 ).

Ia menerangkan, setelah trisemester pertama organ-organ tubuh bayi telah selesai terbentuk, sehingga sedikit mengurangi resiko pada bayi. Dosis yang diberikan juga tidak dibedakan dengan pasien lain, karena jika dibedakan hasilnya tidak akan maksimal.

Lebih jauh Noorwati mengingatkan, melakukan kemoterapi pada ibu hamil bukanlah tanpa resiko, ada juga kemungkinan bayi akan terlahir cacat. Untuk mencegah hal itu, biasanya dokter akan menyarankan untuk menggugurkan kandungan. Namun kebanyakan pasien terlebih yang sulit mempunyai keturunan akan menolak hal itu. Pasien-pasien itu akan menghilang dan kembali saat kankernya sudah stadium lanjut.

"Kami hanya menyarankan semua keputusan ada di tangan pasien, tapi tidak semua anak akan lahir dengan cacat. Dua pasien saya anaknya normal, setiap pasien pasti berbeda-beda," ujarnya.

RDI
Sumber : Kompas

Kamis, 23 Juli 2009

Efek Samping Kemoterapi

Laporan wartawan KOMPAS Evy Rachmawati
Kamis, 23 Juli 2009 | 09:35 WIB

KOMPAS.com — Pada usia paruh baya, Reni harus bergelut dengan penyakit kanker yang menggerogoti paru-paru. Meski memiliki keinginan kuat untuk sembuh, ia diliputi rasa takut menghadapi ancaman kematian dan rasa sakit saat menjalani kemoterapi. "Begitu dinyatakan menderita kanker, ibaratnya satu kaki kita sudah berada di kuburan," kata Reni. Setelah mengalami kecelakaan pesawat, ketabahannya kembali diuji ketika ia dinyatakan menderita kanker paru-paru sehingga harus menjalani operasi pengangkatan tumor. Agar sel kanker tak menyebar, ia harus menjalani serangkaian kemoterapi. Pertama kali kemoterapi ia mengeluh meriang dan tubuh serasa dicacah-cacah. Berkat dukungan keluarga, ia bersemangat menjalani kemoterapi untuk kedua kali meski mengaku masih ngeri.

Efek samping karena kemoterapi juga dialami ibu dari Dina. Menurut Dina, saat ini ibunya yang menderita kanker ovarium menjalani kemoterapi kedelapan kali. Saat dikemoterapi untuk keempat hingga keenam kali, ibunya perlu ditransfusi 10 kantong darah. Pada kemoterapi ketujuh, ibunya butuh 40 kantong darah.

Sejumlah penderita kanker lain juga mengalami sejumlah efek samping kemoterapi, antara lain tangan dan kaki hitam, mengelupas, diare, dan mual-muntah.

Ancaman kematian
Ancaman kematian dan penurunan kualitas hidup membayangi jutaan penderita kanker. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, tahun 2005 sekitar 7,6 juta orang meninggal akibat kanker. Ini berarti 13 persen dari total jumlah kematian di dunia. Diperkirakan, 9 juta orang akan meninggal karena kanker pada tahun 2015.

Selama ini kematian akibat kanker lebih banyak dari jumlah kematian karena tuberkulosis, HIV, dan malaria. ”Lebih dari 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah atau menengah,” kata dr Noorwati Sutandyo dari Divisi Hematologi-Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Semua orang bisa terserang kanker, lebih-lebih usia di atas 40 tahun. Data 10 kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais tahun 2007 adalah dari 1.348 jumlah kasus, 32,4 persen di antaranya kanker payudara, dan 18,8 persen kanker serviks. Beberapa faktor penyebab kanker adalah genetik, diet, kegemukan, rokok, paparan bahan kimia, hormon, radiasi dan sinar ultraviolet, virus, serta sistem imunitas.

Bermacam kemoterapi
Ada beberapa cara pemberian kemoterapi. Jika berfungsi membunuh sel kanker secara sistemik, obat diberikan melalui injeksi dan oral. Kemoterapi yang regional berfokus pada organ yang terkena kanker diberikan bersama dengan obat. Terapi ini bisa berperan kuratif atau menyembuhkan. Kemoterapi dapat jadi pengendali kanker dengan mencegah penyebaran, memperlambat perkembangan, membunuh sel kanker yang menyebar, dan mengurangi ukuran tumor. Fungsi lain adalah paliatif atau mengurangi gejala kanker, terutama nyeri.

Beberapa jenis kemoterapi, antara lain, kemoterapi primer, kemoterapi adjuvan atau tambahan—diberikan setelah operasi atau radiasi untuk membunuh sel kanker, dan kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum operasi atau radiasi untuk mengecilkan ukuran tumor. ”Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan terapi lain, seperti pembedahan, radioterapi, dan terapi biologik,” kata Noorwati. Terapi ini bisa mengendalikan kanker cukup lama, seperti penderita kanker ovarium, limfoma non-Hodgkin, kanker darah kronis yang merusak tulang (multiple myeloma), dan kanker endometrium.

Selain itu, kemoterapi bermanfaat untuk paliatif atau dapat mengurangi gejala pada kanker nasofaring, kanker prostat, kanker endometrium, kanker leher dan kepala, serta kanker paru stadium lanjut. ”Manfaat kemoterapi juga tergantung jenis kanker,” ujarnya. Dengan kemoterapi, obat tak hanya membunuh sel kanker, tetapi sel normal yang membelah cepat seperti sel kanker, yaitu sel saluran cerna, sel kulit, sel rambut, dan sel sperma.

”Efek samping bersifat sementara,” kata Noorwati. Beberapa efek samping lain adalah rambut rontok, sariawan, fibrosis paru, mual-muntah, diare, nyeri otot toksik ke jantung, reaksi lokal, bahkan bisa gagal ginjal, dan menekan produksi darah. Untuk itu, penderita dianjurkan makan dan minum sedikit tetapi sering; minum tiap muntah; serta hindari makanan berbau, berminyak, berlemak, pedas, terlalu manis, panas, dan beraroma sitrus. Penderita dianjurkan mengonsumsi makanan dingin dan kering, minum teh beraroma jahe, akupunktur, relaksasi otot, terapi musik, memakai pakaian longgar, dan tidak berbaring seusai makan.

Menimbang besarnya manfaat kemoterapi, efek samping yang muncul karena terapi ini diharapkan tidak mematahkan semangat para pasien untuk berjuang melawan kanker. Apalagi, sebagian besar efek samping bersifat sementara dan bisa diatasi dengan berbagai cara.

Sumber : Kompas

Kamis, 09 Juli 2009

Kemoterapi Hanya Menekan Pertumbuhan Sel Kanker

Selasa, 14 Juli 2009 | 13:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com-Kemoterapi bukanlah cara untuk menghilangkan secara total sel kanker dalam tubuh, tetapi untuk menekan atau mengendalikan sel kanker yang ada di dalah tubuh penderita kanker. Hal ini ditegaskan Noorwati Sutandyo, staf Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RS Kanker Dharmais di Jakarta, Selasa ( 14/7 ).

"Sel kanker dalam tubuh biasanya sebelum dikemoterapi berjumlah 100 miliar sel, tetapi dengan kemoterapi sel kanker dapat dikendalikan hingga 100 sel kanker," ucap Noorwati. Sedangkan tingkat keberhasilan, kata Nurwati, tergantung dari jenis stadium dari kanker, jenis kankernya serta tingkat kepatuhan pasien menjalani kemoterapi. "Para pasien biasanya tidak patuh menjalani secara rutin kemoterapi, padahal kemoterapi sangat berguna menekan pertumbuhan sel kanker dalam tubuh," terangnya.

Selain menekan sel kanker, lanjut Noorwati, kemoterapi juga dapat merusak sel-sel yang normal dalam tubuh. Tapi hal itu tidak perlu dikhawatirkan karena sel-sel tesrsebut akan tumbuh kembali secara normal seperti sedia kalanya. "Sel yang normal akan pulih kembali, tapi ada juga sel yang akan rusak secara permanen, seperti sel telur pada wanita dan sel sperma pada pria," terangnya.

RDI
Sumber : Kompas

Kamis, 25 Juni 2009

Kemotrapi Bisa Kurangi Darah

Jumat, 15 Mei 2009 | 15:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak orang masih berpikir kemoterapi yang kerap digunakan untuk pengobatan kanker merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Sebenarnya untuk apa sih tindakan itu?

Dalam situs resmi Rumah Sakit Pusat Kanker Dharmais, Dr.dr.Noorwati S,SpPD.KHOM mengatakan, kemoterapi bertujuan untuk membunuh sel kanker atau menghentikan pertumbuhan sel kanker yang masih tertinggal.Dengan pengobatan ini beberapa jenis kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis kemoterapi atau beberapa jenis kemoterapi.
Rata Penuh
Manfaat lain, kata Noorwati untuk menghambat perkembangan kanker agar tidak bertambah besar atau menyebar ke jaringan lain. Dan manfaat terakhir, jika kemoterapi tidak dapat menghilangkan kanker, maka kemoterapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala yang timbul pada pasien, seperti meringankan rasa sakit dan memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran sel kanker pada daerah yang diserang.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kemoterapi dapat diberikan dengan cara infus maupun suntikan langsung. Suntikan bisa dilakukan di otot, bawah kulit dan rongga tubuh. Cara yang lain adalah diminum karena bentuknya berupa tablet atau kapsul.

Perlu diketahui, ada beberapa efek samping kemoterapi, misalnya lemas, mual dan muntah, gangguan pencernaan, sariawan, rambut rontok, otot dan saraf, kulit menjadi kering dan bewarna merah, serta berefek pada darah.

Khusus pada darah ini, disebutkan Noorwati, beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah. Akibatnya jumlah sel darah menurun.

Kasus yang kerap dijumpai adalah penurunan sel darah putih (leokosit). Penurunan ini terjadi pada setiap kemoterapi. Karena itu tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan mudah penderita terkena infeksi, pendarahan dan anemia.

Yang jelas, katanya, setiap obat memiliki efek samping yang berbeda. Reaksi tiap orang pada tiap siklus juga berbeda. Setiap efek samping bersifat sementara dan berkurang bila terapi dihentikan. Noorwati pun berpesan, pertimbangkan dan diskusikan dengan dokter Anda mengenai untung dan ruginya melakukan pengobatan kanker dengan cara kemoterapi.

ONE
Sumber Kompas

Selasa, 23 Juni 2009

Efek Buruk Kemoterapi Bisa Dicegah

Sabtu, 8 November 2008 | 13:03 WIB

KEMOTERAPI adalah sebuah proses penghancuran sel-sel penyakit dalam masa penyembuhan seorang penderita kanker. Tujuannya ideal yakni membunuh sel-sel kanker. Namun ternyata, proses penghancuran sel-sel kanker ternyata dapat juga merusak sel-sel darah dan sel-sel tubuh lainnya. Kondisi ini disebut Sindrom Lisis Tumor (SLT). Dalam bahasa kedokteran, SLT adalah suatu kegawatan onkologi dengan gejala gangguan metabolik yang berat akibat pengobatan kanker dengan proliferasi tinggi maupun terjadi spontan tanpa pengobatan kanker.

Namun, ahli Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam dari FKUI dr. Dody Ranuhardy, Sp. PD, KHOM mengatakan sindrom ini bisa dicegah dengan pengenalan-pengenalan dini kepada pasien yang berisiko. Pengenalan dini dapat dilakukan dengan pemberian cairan (profilaksis) yang cukup serta pengobatan yang tepat dan agresif.

"Bahkan bisa menunda terapi tumor sampai selesainya profilaksis bila memungkinkan," ujar Dody dalam The 1st Symposium on Oncology Emergency: Cardiovascular and Metabolic Emergency in Cancer di RS Dharmais Jakarta, Sabtu (8/11).

Menurut Dody, penderita kanker yang terkena SLT biasanya mengalami gangguan metabolik dan elektrolit, misalnya mual, muntah, lethargia, overload cairan atau kejang dan kram otot. Gejala ini biasanya terjadi sebelum terapi. Namun, seringnya terjadi 12-72 jam setelah terapi. Dody juga mengatakan sebenarnya bukan hanya kemoterapi yang berpotensi menimbulkan efek negatif. Proses pengobatan melalui radiasi atau kortikosteroid pun memiliki potensi serupa.

"Sindrom terjadi akibat cepatnya penghanduran sel kanker. Jadi menyebabkan keluarnya ion-ion intraselular, asam nukleat, protein dan metabolitnya ke dalam ruang ekstraselular," ujar dr. Dody. SLT sering dijumpai pada penderita kanker berikut, seperti kanker hematologi, kanker leukimia akut, atau juga kanker testis, kanker payudara dan kanker paru sel kecil.

Caroline Damanik
Sumber : kompas

Minggu, 07 Juni 2009

The Diagnosis of Breast Cancer

By MC Ezzia
Breast cancer isn't constantly detected with the naked eye. Its early signs are frequently hidden in your breast tissues. Alterations to your breasts that you do see might not be the outcome of breast cancer in any way.

Lumps and bumps might come and go, like your hormones ebb and flow, and as you age. Breast skin might alter texture because of sunburn, radiation treatments, or infections that lead to skin complaints. Accordingly how would you be acquainted with for sure whether or not a lump, skin rash, or skin dimpling is benign or cancerous? You will require assistance from your medical professionals to obtain a comprehensible diagnosis.

An abnormal region on a mammogram, a lump, or other alterations in the breast could be caused by cancer or by other, less critical problems. To discover the cause of any of these signs or symptoms, a woman's doctor does a cautious physical exam and inquires regarding her personal and family medical history.

Based on these exams, the doctor might make a decision that no further tests are required and no treatment is needed. In such cases, the doctor might require to check the woman repeatedly to observe for any alterations. Frequently, however, the doctor has to get rid of fluid or tissue from the breast to make a diagnosis.

If the diagnosis is cancer, the patient might want to inquire these matters:
- What type of breast cancer do I suffer? It is invasive?
- What did the hormone receptor test demonstrate? What other lab tests were done on the tumor tissue, and what did they confirm?
- How will this report assist the doctor settle on what type of treatment or further tests to suggest?

The real procedure of diagnosis could take weeks and engage lots of various types of tests. Waiting for outcomes could feel like a lifetime. The ambiguity stinks. But once you comprehend your own exceptional "big picture," you could make better judgments. You and your doctors could devise a treatment strategy tailored just for you.

With advances in screening, diagnosis, and treatment, the death rate for breast cancer has declined by roughly 20% over the past decade, and research is continuing to build up even more effectual screening and treatment programs.

Source : EzineArticles

Sabtu, 02 Mei 2009

Preventing Breast Cancer

By Priti Shukla

A lot of research is being done to find the cause and cure of breast cancer. Cause of breast cancer is still unknown. Certain cancer genes have been identified that run in families or can occur newly by mutation in women without any family gene. Tests are available to detect such a gene so that extra precautions can be taken to detect cancer early in women with such genes. Since the advances in plastic surgery have made it possible to create attractive new breasts, women who are genetically at high risk can go for removal of breasts and reconstruction.

Prevention gives the best chance of cure. You can beat the cancer by being cautious and detecting it early. Remember cancer starts as a painless lump in the breast and you have the best chance of detecting it yourself. By Breast self examination ( BSE). This is how you can do It:

• Stand in front of a mirror with top exposed
• Place hands on hips.
• Look for signs of dimpling, swelling, soreness, or redness in all parts of your breasts in the mirror.
• Repeat with arms raised above your head.
• While still standing, palpate your breasts with your fingers, feeling for lumps. Try to use a larger area of your fingers rather than prodding. Feel both for the area just beneath the skin and for the tissue deeper within.
• Go over the entire breast while examining. One method is to divide the breast into quadrants and palpate each quadrant carefully. Also examine the "axillary tail" of each breast that extends toward the armpit.
• Repeat palpation while lying down.
• Check the nipples and the area just beneath them. Gently squeeze each nipple to check for any discharge.

Breasts tend to feel different in different parts of menstrual cycle. Therefore BSE should be done 7-10 days after the first day of periods, every month. Once you get the feel of your breasts it will be easy for you to detect any change and you will be able to differentiate normal breast feel from that of a lump.

If you have detected a lump or nodule do not panic, because 8 out of ten times these are harmless. You should go to an expert surgeon for examination. She/he may advise further testing if needed like mammography( breast X ray) and sonography of breast -both of which are painless.Fine needle biopsy may also be needed to get the diagnosis.

If the lump is benign (harmless) it can be left alone or can be removed through small incision. If it is malignant (cancer) and detected early (less than 2 cm size lump) then it is possible to have breast preserving surgery wherein only the lump with surrounding rim of normal breast is removed leaving behind rest of the breast and radiation to the breast.

For bigger cancers treatment usually involves total removal of breast and chemotherapy, with or without radiotherapy. Plastic surgical breast reconstruction is commonly done after total removal of breast. If the cancer is detected in early stage, very long survival 20 years or more is known after complete treatment.

After the age of 40 yearly mammography can be done to detect any minute cancer. It is like an X ray and is painless. Early detection not only allows for breast preservation but also increases the chances of cure.

Source: EzineArticles.com

Selasa, 28 April 2009

Signs and Symptoms of Breast Cancer

By Erlinda Carla B. De Guzman-Mangila

It is very important for each and every one of us to know the signs and symptoms of breast cancer for us to be able to know what will be possible and most effective way to overcome such. Well, the first particular sign and symptom of this kind of disease is a lump that is different from the surrounding tissues around the breast. It is said that if a woman felt a lump in her breast, then it is a cancer, more than 80% of breast cancer cases are discovered in this manner, this is based on the Merck Manual. And the first objective indications or medical signs of breast cancer is discovered by a mammogram or is detected by a doctor. The lymph nodes located at the armpit are where the lumps are found and or the collarbone can also be a sign of breast cancer.

Signs and symptoms of breast cancer other than a lump may also include changes that may in the breast's size and breast's shape; also, dimples appear in the skin, inversion of nipples, or a single-nipple discharge that is spontaneous. Pain is not a reliable tool to determine the presence or the absence of a breast cancer, but it can also be a sign of other breast-related health problems like the mastodynia.

If a breast cancer cells enter the dermal lymphatic by force, the small lymph vessels in breast's skin, the inflammatory breast cancer is the inflammation that resembles on the skin presentation. The signs and symptoms of the inflammatory breast cancer comprise pain, swelling of the breast, over all warmth and redness of the breast and also the texture of the skin that looks like an orange peel and is called or referred to as "peau d'orange"

Another complex symptom that is reported on this kind of disease is the Paget's disease of the breast. And this disorder is known as the eczamatoid, in this manner, the skin changes in color, it will be red and the nipple skin will have a mild flaking texture. As the Paget's disease of the breast moved forward, the signs may consist of itchiness and the increase of the sensitivity of the skin, burning and it will be painful too. Discharge from the nipple may also occur. Actually almost half of the women who are diagnosed with Paget's are also suffering from lump in the breast.

The cancer that is spread further than the original organ is a metastatic disease. The metastatic breast cancer can cause signs and symptoms depending on the metastasis location. Metastasis's common location may be found in the bone, in the liver, in the lungs and in the brain. The weight loss that is unexplainable can be sometimes the indication of a disease, the signs can also be determined as fevers and chills. Also, a bone and joint pains can be a sign sometimes, as well as the jaundice or a neurological signs. But these signs are not that specific, because it can also be a sign and symptom of any other illnesses.

Always remember that most signs and symptoms of breast disorder is not really the best representation. The mastitis and fibro adenoma of the breast are the benign breast diseases and are more common causes and signs of breast disorder. And both patient and the doctor must take seriously the new development of signs and symptoms that may occur, because there may be instances that breast diseases may occur at an early age too.

Source : Ezinearticles

Women, beware lump in your breast

THE women need to be aware if you find a lump in the breast. Therefore, the lump could be one of the symptoms of breast cancer. To determine whether the lump is malignant or not, then the patient should immediately consult with mammography.

"Public awareness of the importance of early detection of breast cancer should be improved through counseling. Breast cancer is curable if detected early through clinical examination and mammography.

Breast cancer is a malignancy originating from the glands, lymph channels and supporting breast tissue. In recent years, the age groups of young people with more, even under the age of 30 years. This triggered a pattern of unhealthy living such as smoking and penchant for fast food consumption.

There are several symptoms of this disease could be identified that the emergence of a lump in the breast and a big change and shape the breast. Other symptoms are, came out abnormal fluid from the nipples, the fluid may be pus, blood, fluid or dilute out the mother's milk are not pregnant or nursing. In addition, the skin, the nipple and areola into a curved or creased.

Higher stadium, then the size of the lump is greater. If a new form of lump and has not spread to other organs, the treatment of lump simply by lifting it as soon as possible before getting bigger, Sutjipto said. If you've entered the fourth stage, the lump or a malignant tumor that will spread to other organs.

"The earlier stadiumnya, chances for recovery or life expectancy is also increasing. In the early stages, breast cancer does not cause any symptoms, but along with the development of disease
symptoms that will cause changes in the breast. For that we need a good regular checks with breast self-examination, examination by medical workers and a mammogram.


Kamis, 16 April 2009

Breast Cancer Stages

Breast cancer is divided into five stages. Stages 0-2 are considered "early", stage 3 considered "advanced", and stage 4 "late". Staging categories are important for predicting future prognosis, and determine optimal treatment recommendations.

Stage 0 is DCIS, or ductal carcinoma in situ. Breast cancer arises from the cells that line the milk ducts. When the cancerous cells are still contained inside the duct, it is diagnosed as DCIS. This can only be determined by a pathologist doctor looking at the tissue under a microscope. In general, when the DCIS lesion is small, there is no need to suspect cancer spread outside the breast.

Stage 1 is invasive or infiltrating cancer. Here, the cancer cells have broken through the duct wall and are found outside the ducts as well. In this case, doctors need to determine whether the cancer has spread to the lymph nodes. Stage 1 breast cancer must be equal or smaller than 2 cm in its invasive component, AND have no spread to lymph nodes. Often, the tissue removed at surgery contain DCIS in addition to the invasive cancer. However, only the dimensions of the invasive cancer count. If the patient needs to have multiple surgeries and the invasive cancer is found at more than one operation, usually the dimensions are added together to arrive at the final size.

Stage 2 has two subcategories. In stage 2A, the invasive cancer can be 2 cm or less and has spread to axillary (armpit) lymph node(s), i.e. positive node(s). Also, the invasive cancer can be as large as 5 cm, but has not spread to lymph nodes, i.e. negative nodes. In stage 2B, the invasive cancer is between 2cm and up to 5 cm and has spread to nodes. Here, cancer may measure even larger than 5 cm if it has not spread to nodes.

Stage 3 includes invasive cancer larger than 5 cm that has spread to lymph nodes. Also, cancer of any size that heavily involves the axillary lymph nodes to the point that these nodes are bulky and stuck together or stuck to other structures in the axilla (armpit) are in this stage. Tumor spread to lymph nodes either above or below the clavicle bone, or to nodes underneath the sternum (breast bone), also falls into this category. Furthermore, if the cancer of any size is attached to the chest wall (pectoralis muscle and/or ribs), it qualifies as stage 3. Inflammatory cancer, where the skin of the breast is red and swollen, is classified in this stage, regardless of size.

Stage 4 is invasive cancer found outside the breast and axillary lymph nodes, or "metastatic" to distant sites. At this stage, it does not matter how large the primary cancer in the breast is. Nor does it matter whether axillary/clavicle/breast bone lymph nodes have cancer or not. The most common sites for metastasis for breast cancer are bone and liver, followed by lungs and brain. Standard testing include bone scan and CT scan of the chest, abdomen and pelvis. More recently, PET scan is often done to look for cancer spread. Sometimes, a brain MRI or CT is also useful.

Source : Ezinearticles, Dr. Mai Brooks

Dr. Mai Brooks is a surgical oncologist/general surgeon, with expertise in early detection and prevention of cancer.