Senin, 31 Agustus 2009

The Role of Oncologist For Breast Cancer

By MC Ezzia

Oncology is certainly the most quickly growing sub-specialty in the field of medicine, and breast cancer is one of the most crucial problems of oncology. It is the principal cause of death of women in lots of countries and is really a multidisciplinary problem with no geographic constraints.

It is the most usual cancer of women in the US, affecting approximately one in eight as long as their life span. It affects men, but it is rare, accounting for less than 1 percent of all cases. In 2007, roughly 200,000 women and 1,600 men in the US had the disease. As a person ages, the possibility of getting breast cancer rises.

To treat breast cancer well, many medical professionals with various specialties are required. Every diagnosis is distinctive and treated in a different way. A number of women might visit a cancer center where a group of physicians who focus in breast disease (radiologist, oncologist, surgeon, etc.) collaborate to settle on treatment. Other women are referred to cancer specialists by their principal care physician (family practitioner, gynecologist).

Medical professionals engaged in breast cancer diagnosis and treatment might include: Gynecologist or OB/GYN, Radiologist, Oncologist (general, medical, radiation, surgical), Nurse/oncology nurse specialist, Oncology social worker, Surgeon, Radiation therapy oncologist, Radiation therapy technologist, Radiation therapy physicist, Pathologist, and Reconstructive/plastic surgeon.

An oncologist is a medical doctor who trains in the diagnosis and also treatment of cancer. If a radiologist identifies breast cancer, a woman might be referred to an oncologist for treatment.

Medical oncologists concentrate in the use of chemotherapy and other drugs to care for cancer. Radiation oncologists focus in the sage of x-rays and other radiation techniques to eradicate tumors.

Source : Ezine


Sabtu, 29 Agustus 2009

Breast Cancer Stages

Breast cancer is divided into five stages. Stages 0-2 are considered "early", stage 3 considered "advanced", and stage 4 "late". Staging categories are important for predicting future prognosis, and determine optimal treatment recommendations.

Stage 0 is DCIS, or ductal carcinoma in situ. Breast cancer arises from the cells that line the milk ducts. When the cancerous cells are still contained inside the duct, it is diagnosed as DCIS. This can only be determined by a pathologist doctor looking at the tissue under a microscope. In general, when the DCIS lesion is small, there is no need to suspect cancer spread outside the breast.

Stage 1 is invasive or infiltrating cancer. Here, the cancer cells have broken through the duct wall and are found outside the ducts as well. In this case, doctors need to determine whether the cancer has spread to the lymph nodes. Stage 1 breast cancer must be equal or smaller than 2 cm in its invasive component, AND have no spread to lymph nodes. Often, the tissue removed at surgery contain DCIS in addition to the invasive cancer. However, only the dimensions of the invasive cancer count. If the patient needs to have multiple surgeries and the invasive cancer is found at more than one operation, usually the dimensions are added together to arrive at the final size.

Stage 2 has two subcategories. In stage 2A, the invasive cancer can be 2 cm or less and has spread to axillary (armpit) lymph node(s), i.e. positive node(s). Also, the invasive cancer can be as large as 5 cm, but has not spread to lymph nodes, i.e. negative nodes. In stage 2B, the invasive cancer is between 2cm and up to 5 cm and has spread to nodes. Here, cancer may measure even larger than 5 cm if it has not spread to nodes.

Stage 3 includes invasive cancer larger than 5 cm that has spread to lymph nodes. Also, cancer of any size that heavily involves the axillary lymph nodes to the point that these nodes are bulky and stuck together or stuck to other structures in the axilla (armpit) are in this stage. Tumor spread to lymph nodes either above or below the clavicle bone, or to nodes underneath the sternum (breast bone), also falls into this category. Furthermore, if the cancer of any size is attached to the chest wall (pectoralis muscle and/or ribs), it qualifies as stage 3. Inflammatory cancer, where the skin of the breast is red and swollen, is classified in this stage, regardless of size.

Stage 4 is invasive cancer found outside the breast and axillary lymph nodes, or "metastatic" to distant sites. At this stage, it does not matter how large the primary cancer in the breast is. Nor does it matter whether axillary/clavicle/breast bone lymph nodes have cancer or not. The most common sites for metastasis for breast cancer are bone and liver, followed by lungs and brain. Standard testing include bone scan and CT scan of the chest, abdomen and pelvis. More recently, PET scan is often done to look for cancer spread. Sometimes, a brain MRI or CT is also useful.

Source : Dr. Mai Brooks-Ezine Articles

Senin, 24 Agustus 2009

Penelitian Sel Punca Kanker, Harapan Baru Penderita Kanker


JAKARTA, KOMPAS.com - Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, serta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI) bekerjasama untuk melakukan penelitian terhadap karakteristik sel punca kanker untuk menemukan cara yang tepat menghentikan sel kanker memperbarui diri.

"Sel punca kanker inilah yang menentukan sel-sel kanker yang sudah diobati tumbuh lagi" kata Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik FKUI Septelia Inawati Wanandi di FKUI, Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan jika karakteristik sel punca kanker telah diteliti, maka akan ditemukan cara untuk menghambat perkembangan atau bahkan membunuh sel punca tersebut sehingga penyakit kanker bisa disembuhkan secara total dan tidak merusak jaringan normal yang berada di sekitar sel kanker.

Penelitian terhadap sel punca kanker akan mengarah pada pengembangan pengobatan kanker dengan "targeted therapy". "Targeted therapy" ialah pengobatan kanker yang hanya membunuh sel punca kankernya saja tanpa membunuh sel-sel normal yang berada di sekitar sel-sel kanker.

Pengobatan kanker selama ini menggunakan pengobatan sinar, kemoterapi, dan pembedahan. Pengobatan tersebut bukan hanya mematikan sel-sel kanker namun juga merusak sel-sel normal yang hidup di sekitar sel kanker.

Rusaknya sel-sel normal itulah yang menyebabkan penderita merasa kesakitan ketika menjalani pengobatan kanker.

"Dengan membunuh sel punca kankernya saja, diharapkan akan menciptakan pengobatan yang lebih nyaman bagi penderita kanker," kata Septelia.

Peneliti dari UI itu juga menjelaskan penelitian sel punca kanker dilakukan pada sel kanker payudara dan kanker rahim karena jumlah penderita kanker payudara dan kanker rahim paling tinggi dibandingkan penderita kanker lainnya.

Penelitian sel punca kanker ditargetkan selesai dalam tiga tahun dan akan dimulai pada bulan Juni 2009.

"Seharusnya kami sudah mulai bulan Maret, tetapi karena penelitian ini benar-benar baru, jadi kami harus menyiapkan semuanya dari awal," kata perempuan yang kerap dipanggil Ina itu.

Sebelumnya, sudah banyak penelitian terhadap sel punca pada jaringan tubuh yang sehat atau sel punca normal, bukan sel punca kanker. Sel punca normal bahkan dapat digunakan untuk pengobatan.

ABD
Sumber : Antara - Kompas
Rabu, 20 Mei 2009 | 20:22 WIB

Jumat, 21 Agustus 2009

Dicanangkan Program Nasional Deteksi Kanker Rahim dan Payudara

JAKARTA, SENIN - Ibu Ani Yudhoyono mencanangkan Program Nasional

Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara, yang merupakan jenis kanker yang banyak diderita perempuan di Indonesia.

Program nasional tersebut dicanangkan di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, Senin (21/4), bertepatan dengan peringatan Hari Kartini. Pencanangan yang bertema "Selamatkan Perempuan Indonesia Dari Kanker Melalui Deteksi Dini" itu juga dihadiri oleh Istri Wakil Presiden, Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dan juga istri-istri para menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Pada pencanangan tersebut, Departemen Kesehatan (Depkes) menyumbangkan bantuan berupa alat deteksi dini kepada enam kabupaten, yaitu Deli Serdang, Gresik, Kebumen, Gunung Kidul, Karawang, dan Gowa. Depkes juga menyumbangkan mobil mammografi kepada RS Kanker Dharmais.

Menurut rencana, pada acara pencanangan yang dimulai pukul 10.00 WIB itu, Ibu Negara juga akan meninjau fasilitas dan ruang pemeriksaan di RS Dharmais. Berdasarkan data 2001, penyakit kanker merupakan penyebab kematian kelima di Indonesia dan terus mengalami peningkatan.

Pada 2007, penderita kanker tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara yang diikuti oleh kanker leher rahim. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) 2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh kanker pada perempuan dengan penemuan kasus baru 22,7 persen dan jumlah kematian 14 persen per tahun dari seluruh penyakit kanker yang diderita perempuan di dunia.

Kanker rahim menempati urutan kedua dengan temuan kasus baru 9,7 persen dan jumlah kematian 9,3 persen dari seluruh kanker pada perempuan di dunia. Meski belum diketahui pasti insiden kanker di Indonesia, namun berdasarkan data Globocan tersebut, pada 2002 didapatkan perkiraan penderita kanker payudara sebesar 26 per 100.000 perempuan dan kanker leher rahim sebesar 16 persen per 100.000 perempuan.

Menurut Departemen Kesehatan, salah satu alasan semakin berkembangnya penyakit kanker tersebut adalah rendahnya cakupan deteksi dini.

AC
Sumber : Antara - Kompas
Senin, 21 April 2008 | 09:58 WIB

Rabu, 19 Agustus 2009

Banyak Gerak Hindarkan Kanker Payudara

INGIN terhindar dari risiko kanker payudara? Cobalah mengubah gaya hidup dengan lebih banyak beraktivitas termasuk meluangkan waktu berolahraga. Suatu riset menunjukkan, aktivitas yang membuat tubuh bergerak aktif dan membakar kalori mampu menekan risiko para wanita sehat dan lanjut usia mengidap kanker payudara hingga 30 persen.

Penelitian di Amerika Serikat melibatkan sekitar 30.000 wanita pasca-menopause memperlihatkan bahwa aktivitas yang menguras tenaga -- mulai dari jenis pekerjaan rumah seperti mengepel lantai hingga olahraga jogging -- dapat melindungi para kaum Hawa dari ancaman kanker payudara, bahkan juga buat mereka yang tak termasuk kelompok berisiko tinggi.

Faedah olahraga dan aktivitas ini, kata peneliti, lebih nyata terlihat di antara para wanita yang berbadan kurus. "Kami tahu bahwa kegemukan telah menyebabkan risiko wanita mengidap kanker payudara meningkat. Apa yang ditunjukkan riset kami, para wanita yang tidak mengalami peningkatan risiko akan memperoleh faedahnya jika mereka berolahraga," ungkap Michael Leitzmann, peneliti dari National Cancer Institute of the U.S. National Institutes of Health.

Sejumlah penelitian lain menyebutkan bahwa aktivitas yang menguras kalori seperti olahraga dapat menghindarkan seseorang dari sakit jantung, kanker dan penyakit degeneratif lainnya.

Dalam risetnya, Leitzmann menggunakan teknik kuisioner untuk menentukan seberapa sering responden wanita melakukan olahraga atau beraktivitas. Semua wanita dalam kondisi sehat ketika riset dimulai. Dalam 11 tahun kemudian, penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan partisipan yang paling rajin beraktivitas atau berolahraga berisiko 13 persen lebih rendah mengidap kanker.

Penurunan risiko ini tercatat lebih besar lagi -- sekitar 30 persen --ketika para ahli membandingkannya dengan para wanita yang berat badannya normal. "Hubungannya akan lebih kuat di antara wanita yang berbadan ramping," ungkap Leitzmann, yang juga bekerja di University Hospital, Regensburg, Jerman.

Yang menarik, jenis aktivitas yang tidak terlalu menguras tenaga seperti pekerjaan rumah yang ringan, berjalan kaki, hiking, tampaknya tidak terlalu signifikan memberikan efek perlindungan, kata peneliti yang memuat risetnya dalam jurnal BioMed Central's Breast Cancer Research.

Riset ini tidak menjelaskan mengapa olahraga dapat memberikan manfaat bagi pencegahan kanker, namun Leitzmann mencatat bahwa penelitian lain telah menujukkan bahwa bergerak aktif dapat menurunkan kadar estrogen s -- yang merupakan salah satu faktor risiko -- selain juga dapat memberikan proteksi terhadap sistem kekebalan secara umum.

AC
Sumber : Reuters-Kompas
Jumat, 31 Oktober 2008 | 11:34 WIB

Selasa, 18 Agustus 2009

Berpikir Positif Cegah Kanker Payudara

MERASA bahagia dan selalu berpikir positif adalah salah satu kunci penting dalam menjalani kehidupan. Dengan perasaan optimistis dan bahagia, risiko terserang berbagai penyakit pun dapat ditekan seminimal mungkin. Pentingnya perasaan positif dan bahagia tercermin dari sebuah riset belum lama ini yang dimuat BioMed Central journal BMC Cancer. Hasil riset mengindikasikan wanita yang bahagia dan berpikir positif cenderung berisiko lebih rendah mengidap penyakit kanker payudara.

Dr Ronit Peled dari Ben-Gurion University of the Negev di Beer Sheva, Israel, dalam hasil risetnya menyatakan bahwa kebahagiaan dan optimisme mampu menekan risiko kanker payudara pada wanita hingga 25 persen. Sedangkan pengalaman atau kejadian traumatis seperti perceraian atau kehilangan seseorang yang dicintai dapat memburuk risiko.

“Kami secara hati-hati dapat menyatakan bahwa mengalami satu atau lebih kejadian menyedihkan adalah sebuah faktor risiko kanker payudara pada wanita muda. Di lain pihak, perasaan akan bahagia dan optimisme dapat memberikan perlindungan. Wanita muda yang mengalami sejumlah pengalaman buruk dalam hidupnya dipertimbangkan sebagai kelompok yang berisiko kanker payudara dan oleh sebab itu harus ditangani,'' ungkap Ronit Peled.

Tetapi Peled menekankan bahwa hasil risetnya jangan diartikan bahwa rasa bahagia dan optimisme menjadi gerbang utama untuk terhindar dari penyakit kanker payudara. "Konsumsi makan yang baik dan aktif secara fisik merupakan faktor yang harus diperhitungkan," tambahnya.

Dr Peled dan timnya meneliti sejumlah faktor yang berkaitan dengan stres psikologis seperti kehilangan orangtua sebelum berusia 20 tahun dan kaitannya dengan risiko kanker.Peled melakukan penelitian ini dilatarbelakangi tingginya faktor risiko kanker payudara yang dialami wanita Israel. Lebih-lebih wanita Israel kerap kerap disebut kelompok dengan risiko tertinggi di dunia dalam hal kanker payudara.

Sebanyak 255 wanita usia 25 - 45 tahun yang terindikasi kanker paru dilibatkan bersama 367 wanita usia sama yang tidak mengalami kanker. Peled dan timnya menanyakan sejumlah hal kepada para wanita seperti pandangan akan masa depan dan pengalaman traumatis akibat penyakit, kehilangan pekerjaan, perceraian hingga kematian.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara cara berpikir wanita dengan risiko mengidap kanker payudara. Mereka yang berpikir optimistis mencatat risiko 25 persen lebih rendah mengidap kanker. Sementra wanita yang mengalami dua atau tiga kejadian atau pengalaman traumatis mengalami peningkatan risiko sebesar 62 persen.

"Ditemukan bahwa perasaaan bahagia dan optimisme memberikan dampak protektif ," ujar peneliti .

AC, Sumber : Reuters - Kompas
Minggu, 14 September 2008 | 16:20 WIB

Senin, 17 Agustus 2009

Perempuan Waspadai Benjolan di Payudara Anda

KAUM perempuan perlu mewaspadai jika menemukan adanya benjolan pada bagian payudaranya. Sebab, benjolan itu bisa jadi salah satu gejala terjangkitnya kanker payudara. Untuk memastikan apakah benjolan itu merupakan tumor ganas atau tidak, maka penderita perlu segera memeriksakan diri dengan mammografi.

"Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya deteksi dini kanker payudara harus ditingkatkan melalui penyuluhan yang terus-menerus," kata Ahli bedah-onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Sutjipto, dalam diskusi terbatas, di Jakarta, Rabu (16/7).

Kanker payudara sebenarnya bisa disembuhkan jika terdeteksi sejak dini melalui pemeriksaan klinik dan mammografi. Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kelompok usia penderita makin muda, bahkan ada yang berusia di bawah 30 tahun. Ini dipicu pola hidup yang tidak sehat seperti kegemaran merokok dan konsumsi makanan siap saji, ujarnya menambahkan .

Ada beberapa gejala penyakit ini yang bisa dikenali yaitu munculnya benjolan di payudara dan perubahan besar maupun bentuk payudara. Gejala lain adalah, keluar cairan yang tidak normal dari puting susu, cairan dapat berupa nanah, darah, cairan encer atau keluar air susu pada ibu yang tidak hamil atau tidak sedang menyusui. Selain itu, kulit, puting susu dan areola melekuk ke dalam atau berkerut.

Semakin tinggi stadiumnya, maka ukuran benjolan akan semakin besar. Jika baru berupa benjolan dan belum menjalar ke organ tubuh lain, maka pengobatannya cukup dengan mengangkat benjolan itu sesegera mungkin sebelum makin membesar, kata Sutjipto. Jika sudah memasuki stadium empat, maka benjolan atau tumor ganas itu akan menjalar ke organ tubuh lain.

"Makin dini stadiumnya, peluang untuk sembuh atau tingkat harapan hidup juga makin besar," ujarnya. Pada tahap awal, kanker payudara tidak menimbulkan gejala apa pun, namun bersamaan dengan berkembangnya penyakit akan timbul gejala yang menyebabkan perubahan pada payudara. Untuk itu perlu ada pemeriksaan secara berkala baik dengan pemeriksaan payudara sendiri, pemeriksaan oleh tenaga medis maupun mammogram.

Sumber : Kompas
Rabu, 16 Juli 2008 | 20:12 WIB

Jumat, 14 Agustus 2009

Risiko Kanker Prostat pada Pria

KOMPAS.com — Pola hidup dan lingkungan yang buruk meningkatkan risiko gangguan organ reproduksi pria. Bagaimana supaya tetap sehat?

Di kalangan pria, kanker prostat merupakan gangguan kesehatan yang patut diwaspadai. Prostat adalah kelenjar kelamin yang hanya terdapat pada pria. Fungsinya memproduksi sperma/mani dan menjaga sperma agar tetap hidup.

Kelenjar prostat berukuran sebesar biji walnut. Letaknya di bawah kandung kemih mengelilingi pangkal saluran kemih. Dalam menjalankan fungsinya, kelenjar prostat memerlukan hormon testoteron yang dihasilkan oleh buah zakar (testis).

Adapun kanker prostat merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat. Sel-sel kelenjar prostat tersebut berkembang secara abnormal tidak terkendali sehingga merusak jaringan di sekitarnya.

Kanker prostat jarang terjadi pada pria di bawah 40 tahun. Penderitanya paling banyak berusia di atas 50 tahun. Namun, bukan berarti pria usia muda tak perlu mewaspadainya. Asal tahu saja, kanker tersebut penyebarannya sangat lambat dan kebanyakan tak menimbulkan gejala.

Meski penyebabnya belum jelas, ditengarai ada beberapa kemungkinan faktor risiko munculnya kanker prostat. Di antaranya:
- Genetik
Risiko jadi semakin tinggi jika terbukti ada kerabat yang terdiagnosis kanker prostat. Jika ayah atau saudara laki-laki menderita kanker prostat, berarti risiko yang dihadapi cukup tinggi.

- Pola konsumsi
Dari berbagai riset diungkapkan, pola makan memengaruhi peningkatan kemungkinan seseorang dapat menderita kanker, apa pun jenisnya. Bahkan, para ahli gizi menyatakan, 80-90 persen kasus kanker berkaitan erat dengan makanan yang dikonsumsi. Berbagai penelitian mengatakan, risiko akan meningkat bila seseorang sehari-harinya mengonsumsi diet tinggi lemak.

- Gaya hidup
Merokok dan minum alkohol ditengarai menjadi pemicu munculnya kanker prostat. Selain itu, sering berganti-ganti pasangan juga membuka kesempatan terjadinya infeksi virus penyebab kanker yang ditularkan melalui hubungan kelamin.

- Lingkungan
Pekerja industri yang berkontak lama dengan logam kadmium (bahan pembuat batere), juga bahan-bahan kimia lain berisiko tinggi mengidap kanker prostat.

Pada tahap awal, kanker prostat biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi pada tahap selanjutnya sering timbul gejala/keluhan seperti:
1. Sering buang air kecil terutama di malam hari.
2. Buang air kecil harus mengejan.
3. Sulit menahan buang air kecil.
4. Tidak dapat buang air kecil sama sekali.
5. Buang air kecil terasa sakit/panas.
6. Ada darah dalam air seni dan air mani.
7. Terasa sakit saat berejakulasi.
8. Nyeri/kaki di daerah bokong, panggul, dan pangkal paha.

Sumber : Kompas
Selasa, 4 Agustus 2009 | 09:40 WIB

Para Pria, Awas Gangguan Prostat Menanti Anda !

JAKARTA, KOMPAS.com - Mulai umur 50 tahun ke atas para pria mesti waspada. Pasalnya 4 dari 5 pria berumur 50 tahun berisiko mengalami gangguan prostat. Semakin bertambah umur, prevalensinya makin tinggi.

Demikian diungkap dr. Rachmat B. Santoso, Sp.U dari Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais saat Penyuluhan Deteksi Dini Kanker Prostat di R.S. Dharmais, Jakarta, Selasa (12/5).
"Laki-laki bisa seperti itu karena kami mempunyai hormon testoteron yang dihasilkan oleh testis," kata dokter lulusan Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa di dalam tubuh, hormon tersebut berubah menjadi dihydrotestosterone (DHT). Seiring bertambahnya usia, DHT akan semakin banyak, akibatnya prostat akan semakin membesar. Berat normal prostat adalah 20 gram, tapi kalau sudah membesar bisa mencapai 100 gram.

Ketika prostat membesar maka ia akan menjepit saluran uretra atau saluran kandung kemih yang melewati prostat menuju penis. Prostat sendiri letaknya di antara pangkal penis dan kandung kemih. "Jika sudah seperti ini, maka yang bersangkutan akan mengalami gangguan," ungkap Rachmat.

Gangguan yang dimaksud antara lain sulit pipis (pipis harus nunggu dulu 1 - 2 menit baru bisa mulai pipis), sering pipis (dalam sehari bisa 6-7 kali), saat tidur malam kerap terbangun untuk pipis (frekuensi di atas 2 kali), kalau terasa mau pipis harus segera ke kamar mandi karena bisa mengompol, alami terminal dribbing atau pipis di celana duluan, pancaran kencing melemah (tidak jauh lagi), dan air kencing mengandung darah meski tampak bening.

Akibatnya para pria ini akan merasa sakit tiap kali pipis, mengalami infeksi saluran kemih karena ada sisa kemih yang tertinggal akibat terjepitnya uretra, timbul batu (air kemih yang tertahan akan ciptakan residu yang lambat laun akan memadat dan mengeras) dan jika tersumbatnya uretra menjadi kronis ginjal akan membengkak. Akibatnya timbul gagal ginjal.

Menurut Rachmat, kalau sudah seperti itu perlu ada tindakan penanganan. Penanganan pertama adalah dengan cara pengobatan. Obat yang diberikan adalah a-blockers untuk membuat otot prostat yang membesar rileks. Obat lainnya adalah a-reductase inhibitors untuk mengurangi volume prostat. "Pengobatan ini dilakukan selama 6 bulan - 1 tahun secara berturut-turut," katanya.

Jika pengobatan tidak mempan, tambahnya, maka dilakukan endoskopi untuk meresesi prostat sehingga tidak lagi menjepit saluran uretra atau saluran kandung kemih.

Tetapi jika gangguan prostat sudah sangat parah, maka yang mesti dilakukan adalah mengoperasi prostat. "Ini sangat berisiko karena bisa mengakibatkan impotensi," tegas Rachmat memperingatkan.

Fungsi prostat sendiri, ia melanjutkan, adalah membantu memproduksi cairan semen untuk memudahkan sel sprema bergerak menuju indung telur.

ONE - Sumber Kompas
Selasa, 12 Mei 2009 | 20:33 WIB

Kamis, 13 Agustus 2009

Coba Jahe untuk Terapi Kanker

JAHE dapat digunakan untuk membunuh sel kanker ovarium sementara komponen yang terdapat pada cabai diduga dapat mengecilkan atau menyusutkan tumor pankreas. Demikian kata Dr. Rebecca Liu, asisten profesor pada bidang obstetri and ginekologi di Universitas Michigan Comprehensive Cancer Center, AS, dan timnya, yang melakukan tes terhadap bubuk jahe yang dilarutkan dan diberikan pada kultur sel kanker ovarium.

Hasil studi itu menyebutkan bahwa terdapat bukti berbagai makanan pedas atau panas bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan kanker. Studi itu meneliti efektivitas jahe terhadap sel penderita kanker. Meskipun demikian, studi ini masih merupakan langkah pertama.

Dikatakan, jahe dapat membunuh sel kanker dengan dua jalan, yaitu proses penghancuran yang dinamakan apoptosis dan autophagy, proses pemakanan sel. Hal ini diuraikan para ahli dalam pertemuan American Association for Cancer Research.

Menurut Dr. Rebecca, banyak penderita kanker yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi standar, di mana tindakan kemoterapi merupakan proses apoptosis. Sementara jahe yang memiliki kemampuan memakan sel (autophagy) dapat membantu mereka yang mengalami resistensi terhadap kemoterapi.

American Cancer Society melaporkan kanker ovarium membunuh 16.000 dari 22.000 wanita AS. Jahe terbukti dapat mengontrol keadaan inflamasi, yang berhubungan dengan perkembangan sel kanker ovarium.

Dalam penelitian lain menggunakan tikus yang diberikan capsaicin (salah satu kandungan pada cabai), Sanjay Srivastava dari Universitas Pittsburgh School of Medicine, AS, mendapati bahwa capsaicin ternyata dapat mematikan sel kanker pankreas. Capsaicin membuat sel-sel kanker mati dan memiliki kemampuan memperkecil ukuran tumor.

Hendra Priantono
Sumber : Kompas
Sabtu, 26 Januari 2008 | 15:44 WIB

Sabtu, 08 Agustus 2009

Tangkal Kanker Prostat dengan Brocoli

MENGONSUMSI sayuran hijau seperti brokoli bukan saja memberi nutrisi dan vitamin penting bagi tubuh Anda. Kebiasaan memakan beberapa porsi brokoli setiap minggu ternyata dapat melindungi pria dari kenker prostat.

Seperti dilaporkan ilmuwan dari Inggris, Rabu (2/7), brokoli berpotensi besar menjadi makanan pencegah kanker karena kandungan alaminya memiliki mekanisme unik melawan kanker.

Richard Mithen, ahli biologi dari Institute of Food Research, menjelaskan, senyawa dalam brokoli dapat memicu perubahan genetik dalam tubuh hingga mencapai ratusan. Selain itu, zat-zat dalam brokoli juga mengaktifkan gen-gen yang mampu melawan kanker serta menonaktikan gen-gen yang menyuplai perkembangan tumor.

Sebelumnya memang banyak sekali bukti penelitian yang mendukung pentingnya diet buah dan sayuran untuk menekan risiko kanker. Namun, Mithen mengklaim bahwa risetnya, yang juga dipublikasi dalam Public Library of Science journal PLoS One, adalah penelitian pertama pada manusia yang menyelidiki potensi dan proses mekanismenya secara biologis. "Setiap orang menyarankan untuk mengonsumsi sayuran, tetapi tak satu pun yang bisa menjelaskan mengapa. Penelitian kami mampu menjelaskan mengapa sayuran sangat baik," ungkap Mithen yang memimpin riset ini.

Kanker prostat kini tercatat sebagai penyakit pembunuh kedua tertinggi pada pria setelah kanker paru-paru. Setiap tahun, sekitar 680.000 pria di seluruh dunia didiagnosa menderita penyakit ini dan sekitar 220.000 di antaranya meninggal.

Dalam risetnya, Mithen beserta timnya melibatkan puluhan pria yang mengidap lesi prakanker yang berisiko menjadi kanker prostat. Partisipan dibagi dalam dua kelompok, yakni yang mendapat asupan brokoli dan grup kacang polong. Setiap minggu selama satu tahun kelompok ini diberi empat porsi makanan ekstra brokoli atau kacang polong.

Para ahli juga mengambil contoh jaringan selama berjalannya penelitian dan mereka menemukan bahwa pria yang makan brokoli menunjukkan perubahan gen yang berperan penting dalam melawan kanker. Menurut peneliti, manfaat yang sama juga kemungkinan akan didapat dari sayuran dari jenis Cruciferae atau Brassicaceae yang mengandung senyawa isothiocyanate, seperti kubis kailan, kembang kol, kubis, arugula, selada air, dan horse radish (sejenis lobak).

Namun begitu, lanjut Mithen, brokoli memiliki sejenis bahan khusus yang sangat kuat bernama sulforaphane, yang diyakini membuat sayuran-sayuran hijau memiliki senjata ekstra penangkal kanker. "Ketika orang mengidap kanker, sejumlah gen dinonaktifkan dan beberapa lain diaktifkan. Apa yang dilakukan oleh senyawa dalam brokoli tampaknya mengaktifkan gen-gen yang mencegah pertumbuhan kanker dan mematikan gel lainnya yang membuat tumor menyebar," papar Mithen.

Ia menambahkan, pemakan brokoli menunjukkan 400 hingga 500 perubahan genetik positif dalam tubuhnya, di mana pria yang memiliki sejenis gen bernama GSTM1 mendapatkan manfaat maksimal dari brokoli. Tercatat setengah dari seluruh populasi membawa gen jenis ini.

Peneliti memang tidak memantau lebih jauh para partisipan untuk mengetahui siapa yang akhirnya menderita kanker. Namun, penemuan ini mendukung ide bahwa dengan mengonsumsi
lebih banyak sayuran setiap minggu dapat memberikan perubahan besar bagi kesehatan.

Mithen mengindikasikan bahwa senyawa penting dalam sayuran ini juga kemungkinan besar akan memberi faedah yang sama bagi bagian organ lainnya dan bahkan dapat melindungi dari berbagai jenis kanker. "Anda tidak perlu mengubah diet, hanya butuh lebih banyak porsi sayuran untuk membuat perubahan besar," tegasnya.

AC
Sumber : Reuters ; Kompas
Rabu, 2 Juli 2008 | 11:16 WIB

Sabtu, 01 Agustus 2009

Brokoli, Si Penghalau Kanker

Jangan remehkan para petani. Karena dari merekalah kita mendapatkan obat murah. Penelitian terbaru yang dipublikasikan di American Association for Cancer Research’s Sixth Annual International Conference on Frontiers di Cancer Prevention, Philadelphia Amerika Serikat menyebutkan, bahwa buah beri hitam dan brokoli serta beberapa sayuran segar dapat mengurangi risiko kanker esophagus dan saluran empedu.

Sayur dan buah telah lama diketahui mampu mengurangi risiko munculnya kanker tertentu. Berdasar riset sebelumnya, American Cancer Society merekomendasikan agar kita mengonsumsi lima jenis buah dan sayur setiap hari.

Dalam penelitian awal, para peneliti dari Ohio State University menemukan bahwa beri hitam melindungi kita dari kanker esophagus dengan cara mengurangi proses stress oksidatif yang dihasilkan oleh Barret esophagus, sebuah kondisi pra kanker yang biasa disebut penyakit gastroesopagus refluks. Esophagus merupakan terowongan panjang yang menghubungkan kerongkongan dengan perut. Penyakit refluks menyebabkan asam perut secara terus menerus melonjak ke atas ke arah kerongkongan.

“Khusus pada pasien penderita Barret, refluks pada perut dan asam empedu menyumbang terjadinya kerusakan oksidatif. Jadi, hipotesis kami adalah bahwa makanan yang mengandung bahan-bahan pelindung seperti antioksidan, vitamin, mineral dan fitokimia lain mungkin akan merestorasi keseimbangan oksidatif,” ungkap Laura Kresty, peneliti utama.

Orang dengan penyakit Esophagus Barret biasanya 30 sampai 40 kali biasanya bakal berisiko menderita kanker esophagus dengan angka harapan hidup sampai lima tahun hanya 15 persen.

Tim peneliti ini memberi 32 sampai 45 gram beri hitam setiap hari selama enam bulan kepada 20 pasien penderita esophagus Barret. Mereka menganalisa perubahan dalam darah, urin, dan jaringan sebelum, selama, dan setelah perawatan dan menemukan kadar kadar yang lebih rendah penanda kimiawi adanya stress oksidatif baik pada contoh urin maupun contoh jaringan.

Pada penelitian sebelumnya, beri hitam memang mampu menurunkan risiko munculnya kanker mulut, esophagus, dan kolon. Ahli diet, Wendy Demark-Wahnefried, professor ilmu perilaku pada M.D Anderson Cancer Center do Universitas Texas, Huoston, mengatakan bahwa dia merasa lebih cocok menasihati penderita Barret untuk mengonsumsi beri hitam. “Ini tidak akan menyakitkan,” ungkap Wendy.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Roswell Park Cancer Institute di Buffalo, New York, Amerika Serikat menemukan bahwa brokoli dan beberapa sayuran segar dapat digunakan untuk melawan kanker kandung kemih.
Dengan menggunakan tikus, tim yang diketuai Dr. Yuesheng Zhang, professor ahli kanker ini mendemonstrasikan bahwa ekstrak brokoli dapat mengngari munculnya kanker kandung kemih sampai 70 persen.

“Penelitian kami yang terkini menunjukkan bahwa ekstrak brokoli dapat menghambat berkembangnya kanker kandung kemih. Kami belum tahu, apakah ekstrak yang sama dapat menghambat kanker kandung kemih bila sudah tumbuh,” ujar Zhang yang juga mengungkapkan bahwa kandungan sulforaphane pada brokoli inilah yang mampu mencegah kanker. “Selanjutnya kami berencana meneliti ekstrak brokoli untuk melawan kanker pada manusia,” jelas Zhang.

Tim kedua pada institute yang sama menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi tiga porsi atau lebih sayuran mentah segar setiap bulan mengurangi risiko terkena kanker kandung kemih sebanyak 40 persen. Sayuran segar ini antara lain brokoli, kobis, dan bunga kol.

Tim ini menganalisa kebiasaan diet pada 275 orang yang menderita kanker kandung kemih tahap awal dan 825 orang yang sehat. Para peneliti ini secara khusus menanyai seberapa banyak orang-orang ini mengonsumsi sayuran matang dan mentah yang mereka konsumsi sebelum terdiagnosis penyakit dan apakah mereka merokok.

Analisa ini menunjukkan bahwa makin mentah dan segar sayuran yang dikonsumsi, makin rendah risiko orang-orang ini menderita kanker kandung kemih. Sebagai perbandingan pada perokok dan mereka yang hanya mengonsumsi sayuran mentah kurang tiga porsi setiap hari, mereka yang bukan perokok dan mengonsumsi tiga porsi sayur mentah setiap hari, 73 persen lebih rendah risikonya menderita kanker kandung kemih.

“Dalam penelitian kami, ditemukan konsumsi sayuran segar dan mentah menurunkan risiko kanker kandung kemih pada perokok ringan dan berat,” ujar Li tang, ketua peneliti. Para peneliti ini menegaskan bahwa manfaat ini datang dari sayuran mentah dan segar.

“Ini juga menegaskan bahwa ada banyak ragam komponen dalam sayur dan buah yang bermanfaat menurunkan risiko kanker. Riset seperti ini membantu membantu kita memahami pengaruh nutrisi spesifik untuk tipe kanker tertentu,” jelas Colleen Doyle, Direktur Gisi dan Aktivitas Fisik pada American Cancer Society.

“Masaklah sayur secepat mungkin atau kalau mungkin konsumsilah sayuran segar setiap hari sekurangnya lima porsi, lima jenis warna. Makanan-makanan ini banyak mengandung antioksidan dan fitokimia. Kanker pasti enggan mampir di tubuh Anda,” jelas Doyle.

Source: AFP, ABD , Kompas
Senin, 4 Februari 2008 | 18:27 WIB

Ditemukan, Cara baru Melawan Kanker

Senin, 1 Juni 2009 | 10:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.Com - Harapan baru terbit dalam terapi pengobatan penyakit yang jadi momok banyak orang. Setelah operasi, kemoterapi, dan radiasi, dunia kedokteran akhirnya menemukan cara lain untuk mengatasi kanker, yakni menggunakan pelawan alami tubuh, sistem imun. Pendekatan itu oleh para ahli disebut sebagai vaksin kanker kendati sifatnya adalah pengobatan, bukan pencegahan. Namun, ini adalah sebuah langkah baru dalam pengobatan penyakit mematikan itu setelah kurun waktu 30 tahun penelitian.

Pada konferensi mengenai kanker, kemarin (31/5), salah seorang peneliti mengatakan, vaksin ini akan menjaga sel kanker mengganas dalam jangka waktu setahun. Dalam pengobatan kanker hal tersebut adalah sebuah langkah besar, mengingat keberhasilan sebuah terapi biasanya diukur dalam hitungan minggu atau bahkan hari.

Dalam sebuah percobaan terhadap tiga penyakit, kanker prostat, penyakit kulit melanoma, dan tumor neuroblastoma yang sering menyerang anak-anak, vaksin ini menunjukkan hasil yang positif dalam beberapa minggu. "Kami belum tahu apakah yang kami lakukan akan membuat perbedaan besar," kata Dr Len Lichtenfield dari American Cancer Society.

Berbeda dengan penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti flu atau polio, di mana mudah dikenali oleh sistem imun karena mereka punya bentuk berbeda dari sel manusia, masalah terbesar dalam pengobatan kanker adalah sistem imun kita sering tak "melihat" kanker sebagai lawan. "Sel kanker berasal dari sel kita sendiri sehingga sistem imun kita sering tak bisa membedakannya dengan sel yang normal," papar Dr.Patrick Hwu dari M.D Anderson Cancer Center, Universitas Texas, AS.

Pada terapi vaksin kanker ini para ahli mengambil zat inti dari permukaan sel kanker lalu menggantinya dengan sesuatu yang sudah dikenali sebagai benda asing oleh sistem imun. Pada kasus limfoma atau kanker getah bening, para ahli memakai protein kerang. "Ini seperti melatih sistem imun untuk membunuh sel jahat," kata Hwu. Agar serangan semakin kuat, para dokter menambah sesuatu yang oleh sel imun dianggap sangat berbahaya dan perlu dilawan segera.

AN
Sumber : AP : Kompas