Minggu, 27 September 2009

Putus Asa Menjalani Terapi Kanker

Rubrik Konsultasi Kesehatan asuhan Prof Dr Samsuridjal Djauzi di surat kabar KOMPAS edisi Minggu:

Semula saya hanya merasakan demam yang hilang timbul. Saya menduga demam tersebut karena flu dan kelelahan. Tetapi, saya mulai khawatir karena timbul benjolan di leher dan ketiak. Saya berkonsultasi ke dokter dan benjolan tersebut dinyatakan sebagai pembengkakan kelenjar. Dokter belum dapat menentukan penyebabnya, mungkin infeksi, tetapi juga mungkin kanker kelenjar getah bening. Tentu saya amat khawatir sekiranya mengidap kanker, tetapi saya berusaha tabah dan sabar.

Saya harus menjalani sejumlah pemeriksaan, mulai dari pengambilan jaringan dari kelenjar, rontgen dada, CT scan, sampai pemeriksaan laboratorium yang menelan biaya mahal. Kemudian saya harus menunggu cukup lama, termasuk menunggu hasil pemeriksaan biopsi. Setiap malam saya sukar tidur membayangkan hasil pemeriksaan, apakah menderita kanker atau tidak. Akhirnya keputusan datang juga. Saya ternyata menderita kanker ganas yang stadiumnya cukup lanjut. Saya benar-benar terpukul dengan diagnosis tersebut. Namun, saya mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjalani terapi, baik dari aspek fisik, mental, maupun finansial.

Saya kemudian menjual rumah karena saya hanya pengusaha kecil yang tak mempunyai asuransi. Urusan bisnis saya serahkan adik dan saya berkonsentrasi menjalani terapi pengobatan kanker.

Saya semula kemoterapi, lebih ringan daripada operasi atau radioterapi, tetapi penderitaan yang saya jalani membuat saya putus asa. Setiap pemberian terapi tubuh saya bereaksi, darah putih turun tajam sehingga harus dirawat di kamar steril. Biaya untuk kamar steril, antibiotik, dan obat peningkat sel darah putih semula tak saya perhitungkan. Harganya ternyata amat mahal untuk pengusaha kecil seperti saya. Acapkali saya mengalami demam dan pucat. Saya akhirnya pasrah dan dapat menjalani siklus terakhir kemoterapi sebulan lalu.

Secara jujur saya mengakui sebenarnya dalam menjalani terapi tersebut saya sudah putus asa. Saya putus asa karena efek samping obat kemoterapi dan biaya obat kemoterapi serta biaya obat penunjang lain yang amat mahal.

Syukurlah semua telah berlalu. Saya hanya berharap hasil kemoterapi yang baik ini akan dapat menetap dan berdoa agar saya tak mengalami kekambuhan.

Pertanyaan saya, apakah memang pengobatan kemoterapi efek sampingnya dapat seperti yang saya alami?

Apa upaya kalangan profesi kedokteran untuk menurunkan biaya terapi kanker khususnya kemoterapi? Terima kasih atas jawaban Dokter.

M di B

Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat karena Anda telah berhasil menjalani kemoterapi dengan baik. Saya juga ikut bersyukur karena hasil kemoterapi Anda juga baik. Kemoterapi telah mengalami kemajuan sehingga hasil kemoterapi sudah semakin meningkat. Kemoterapi juga semakin agresif. Obat kemoterapi yang semakin potent (manjur) banyak ditemukan, tetapi kombinasi obat yang digunakan mempunyai efek samping juga semakin menonjol. Itulah sebabnya kemoterapi yang agresif ini memerlukan pengawasan dokter yang berpengalaman dalam pemberian kemoterapi, biasanya seorang konsultan hematologi onkologi medik.

Anda sendiri telah mengalami banyak hal dalam pemberian kemoterapi yang saya rasa merupakan kemoterapi yang agresif. Kerja sama Anda dan dokter Anda akhirnya berbuah dengan berhasilnya kemoterapi dilaksanakan sesuai rancangan dan bahkan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

Sekarang ini dikenal penyakit kanker yang dapat disembuhkan dan kanker kelenjar getah bening termasuk kanker yang dapat disembuhkan meski untuk itu penderita harus melampaui perjuangan yang amat panjang dan melelahkan. Biaya diagnosis dan pengobatan kanker sekarang ini semakin mahal. Ini disebabkan oleh penggunaan alat canggih, tes terbaru, dan obat atau tindakan medis yang biaya risetnya amat mahal. Karena itu, setiap orang perlu waspada terhadap penyakit kanker. Upaya pencegahan berupa vaksinasi untuk mencegah infeksi yang dapat menimbulkan kanker (Hepatitis B, Human Papilloma Virus) perlu digalakkan. Gaya hidup yang memudahkan paparan terhadap bahan karsinogen (rokok, bahan kimia) perlu diubah. Dengan demikian, risiko terkena kanker dapat dikurangi.

Untuk pembiayaan terapi kanker sudah waktunya masyarakat melindungi diri dengan asuransi kesehatan. Pemerintah dan masyarakat juga dapat mengusahakan obat kemoterapi yang lebih murah dengan cara menyediakan obat kemoterapi generik.

Dewasa ini obat kemoterapi yang beredar di Indonesia masih merupakan obat paten yang harganya amat mahal. Padahal, di negara-negara yang sedang berkembang lainnya, keberadaan obat kemoterapi generik beserta penunjangnya semakin menonjol. Bahkan beberapa negara telah membuat sendiri obat kanker generik sehingga harganya lebih terjangkau dan tak tergantung pada obat impor. Jika tersedia bentuk generiknya, maka harga obat kemoterapi akan jauh lebih murah. Mudah-mudahan PT Kimia Farma, PT Indo Farma, serta perusahaan farmasi pemerintah lainnya dapat memelopori pengadaan obat kanker generik di Indonesia.

Pengalaman Anda bukan hanya berharga untuk Anda, tetapi juga merupakan peringatan bagi kita semua agar kita semakin waspada terhadap penyakit kanker serta layanan kanker di Indonesia dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Sumber : Kompas Cetak
Minggu, 28 September 2008 | 11:40 WIB

Rabu, 16 September 2009

Cancer Prevention Diet - Cruciferous Vegetables

By Stewart Hare

In this cancer prevention diet article about cruciferousvegetables, you will discover:

* What are cruciferous vegetables?
* Why are cruciferous vegetables a must in your cancer prevention diet?
* How many cruciferous vegetables do you need to include in your cancer prevention diet?

What Are Cruciferous Vegetables?

Cruciferous vegetables are the edible vegetables within in the brassicaceae family of plants. Cruciferous vegetables are packed full of beneficial health ingredients such as:

* Antioxidants, Carotenoids, Chlorophyll, Fiber, Flavonoids, Folate, Glucosinolates, Indole-3-Carbinol, Isothiocyanates, Lingnans, Phytochemicals, Phytosterols, Potassium, Selenium, Sulforaphane, Vitamin C.

The following are cruciferous vegetables:

* Arugula, Bok Choy, Broccoli, Brussels Sprouts, Cabbage, Cauliflower, Collard Greens, Daikon, Horseradish, Kale, Kohlrabi, Mizuna, Mustard Greens, Napa (Chinese Cabbage), Radishes, Rutabaga, Tatsoi, Turnip Greens, Turnips, Watercress.

Why Are Cruciferous Vegetables A Must In Your Cancer Prevention Diet?

Cruciferous vegetables are a must in your cancer prevention diet because they contain the following powerful anti-cancer properties:
* Isothiocyanates
* Sulforaphane
* Indole-3-Carbinol

Isothiocyanates aids the body in the breakdown of carcinogens, this can help to protect against tobacco related cancers such as lung cancer. Both sulforaphane and indole-3-carbinol can delay the development, growth and size of tumours.

They are especially good at protecting against the following cancers:
* Breast Cancer
* Prostate Cancer
* Colon Cancer
* Cervical Cancer

Cruciferous vegetables are a good source of soluble and insoluble fibre. Increasing fibre within your diet can help to protect against cancer, especially colon cancer. How Many Cruciferous Vegetables Do You Need To Include In Your Cancer Prevention Diet? You will need to include at least three portions a week of cruciferous vegetables in your cancer prevention diet.

So, to sum up…

Cruciferous vegetables are a must in your cancer prevention diet. They are packed full of cancer busting ingredients, which can help to protect you against all types of cancers. By including three portions a week of cruciferous vegetables, you can help to reduce the risk of developing cancer in later life, dramatically.

Sumber : Ezine