Jumat, 31 Juli 2009

Menuju Pengobatan Kanker Yang Ramah

Kamis, 21 Mei 2009 | 16:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tren pengobatan kanker yang berkembang di Indonesia menuju pengobatan yang ramah, artinya pengobatan tersebut hanya membunuh inti sel kankernya saja tanpa membunuh jaringan normal yang juga berkembang di sekitar sel kanker."Pengobatan kanker yang ada sekarang sering membawa efek samping pada penderita," kata Ketua Program Doktor Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Mohamad Sadikin seusai Seminar Forum Biomedika di FKUI, Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa pengobatan kanker yang ada, yaitu dengan bedah, elektrokimia, dan konsumsi obat berfokus untuk membunuh ke inti sel kanker. "Makanya kalau ada pasien yang merasakan sakit sekali ketika sedang diobati, itu karena sel-sel yang normalnya juga ikut mati," kata Sadikin.

Ia juga menambahkan, kini dunia kedokteran sedang mengusahakan pengobatan kanker yang bukan hanya berfokus pada menghentikan perkembangan sel kanker dengan cara radikal, tetapi dengan cara yang selektif, yaitu mengganggu metabolisme sel kanker, menghindari pemicu kanker dengan gaya hidup sehat, dan yang terbaru adalah pengobatan dengan sel punca.

Di Indonesia, kanker termasuk ke dalam lima besar sebagai penyebab kematian khususnya kanker payudara dan kanker rahim yang lebih banyak diidap penderita kanker di Indonesia, paling banyak dibandingkan jenis kanker lainnya.

Sel kanker yang ada di dalam tubuh tidak semuanya bisa menjadi ganas karena sel tersebut bisa menjadi ganas setelah dipicu oleh zat-zat tertentu. Zat tersebut bisa berasal dari apa yang kita konsumsi setiap hari.

Mengenai pengobatan kanker dengan tanaman tradisional, Mohamad Sadikin mengatakan perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap obat-obatan tradisional tersebut.

"Pengobatan itu sebaiknya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," kata Sadikin. Sadikin menambahkan, jika bahan tanaman tradisional itu sebatas pada bahan yang bisa dikonsumsi langsung, seperti bawang putih, kunyit, jahe, dan dikonsumsi dalam takaran yang wajar, maka tidak akan membawa dampak yang signifikan pada kesehatan.

Sumber : Antara Kompas

Selasa, 28 Juli 2009

Yang Tak Boleh Ditinggalkan Pengidap Kanker

Sabtu, 20 Juni 2009 | 14:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah rutinitas jadwal kemoterapi dan kunjungan kerabat serta rekan kerja yang seolah tak pernah berhenti, para penderita kanker sering melupakan dua hal sederhana ini. Perasaan bahagia dan semangat untuk hidup.

Padahal, menurut Dr Aru Wisaksono Sudoyo dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI), perasaan bahagia dan semangat untuk hidup berpengaruh besar terhadap ketahanannya dalam menjalankan sisa hidup penderita.

"Mereka yang bersikap positif itu memang berpengaruh besar terhadap survival-nya karena dia memang akan selalu berusaha untuk hidup, mencari kegiatan sehingga dia jadi mau makan lebih banyak. Lalu kegiatan badannya menjadi lebih bagus," tutur Aru seusai acara Patients Gathering II Indonesian Ostomy Association (InOA) dan YKI di Hotel Le Meridien, Sabtu (20/6).

Langkah utama yang menentukan adalah rasa penerimaan diri mereka. Para penderita harus mampu menerima kanker yang ada dalam tubuhnya sebagai bagian dari dirinya dan melakukan yang terbaik untuk mengalahkan itu.

Berdasarkan pengalamannya, Dr Aru mendapati bahwa penderita yang sejak awal sudah sulit menerima penyakitnya dan memiliki resistensi serta penyesalan menunjukkan efek samping kemoterapi yang lebih hebat. Misalnya, muntah-muntah lebih hebat. Dr Lula Kamal juga membenarkan pendapat Dr Aru.

Bagi dr Lula, pekerjaan yang paling melelahkan bagi dokter yang menghadapi penderita kanker sebenarnya adalah menggenjot semangat penderita."Karena ketika mereka sakit pasti down. Padahal, harusnya mereka bisa bersenang-senang,naik haji, beribadah dengan baik menikmati sisa waktu yang Tuhan berikan," ujar Lula.

Di sini, keluarga juga memiliki peran yang besar dalam mentransfer perasaan bahagia dan semangat untuk hidup. Bukan menunjukkan rasa kasihan yang berlebihan.

LIN
Sumber : Kompas



Senin, 27 Juli 2009

10 Cara Hindari Kanker

Minggu, 17 Mei 2009 | 18:22 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sumber dari Situs Depkes mengatakan ada 6 juta pasien kanker baru pertahun di dunia. Setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Di negara-negara berkembang, setiap tahunnya tercatat 100 penderita kanker dari setiap 100.000 penduduk. Di Indonesia jumlah penderita kankernya mencapai 6 persen dari populasi.

Jika dibandingkan dengan catatan sensus penduduk tahun 2000 dari Badan Pusat Statistik yang menyebutkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 203,46 juta orang, maka penderita kanker di Indonesia kira-kira berjumlah 12.180.000 orang. Terkait dengan data tersebut baik jika kita menyimak dan menyikapi publikasi yang dikeluarkan Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais tentang 10 Cara Menghindari Kanker. Harapannya semoga kita bisa lebih arif dalam menjalankan pola hidup menuju hidup sehat dan produktif.

Berikut kesepuluh cara tersebut:
1. Berhenti merokok.
Merokok merupakan sebab utama kanker paru dan hampir 30 persen menjadi penyebab terjadinya jenis kanker lain. Jika merokok di rumah maka akan menyebabkan terpaparnya seluruh penghuni rumah, termasuk anak-anak, dengan asap rokok dan menyebabkan penyakit saluran pernapasan.

2. Hindari sinar matahari
Sinar matahari berlebih bisa sebabkan kanker kulit. Untuk itu lindungi kulit Anda dengan krim tabir surya, gunakan baju berlengan panjang dan topi atau payung di saat terik matahari memancar.

3. Kurangi kadar lemak dalam makanan
Makanan yang mengandung banyak lemak menyebabkan peningkatan berat badan dan kegemukan. Hal tersebut menjadi penyebab kanker di kandungan, kandungan empedu, payudara, dan kolon. Mengontrol berat badan dengan diet seimbang dan olahraga akan mengurangi resiko Anda terkena kanker.

4. Perbanyak makanan berserat
Gandum, beras, sayuran, dan buah-buahan merupakan sumber serat alami yang sangat baik dan melindungi Anda dari kanker kolorektal. Makanan yang banyak mengandung serat seperti roti gandum, dedak, jagung, beras, bayam, kentang, apel, peer, dan tomat sebaiknya dikonsumsi secara teratur setiap hari.

5. Kurangi konsumsi makanan yang diasap, dibakar, dan diawetkan dengan nitrit
Kanker oesofagus dan lambung lebih sering dijumpai di negara yang penduduknya banyak mengkonsumsi makanan yang diproses dengan penguapan maupun diawetkan dengan nitrit. Dalam makanan yang dibakar diketahui kandungan zat yang meningkatkan resiko kanker lebih tinggi.

6. Pilih makanan yang banyak mengandung vitamin A dan C
Vitamin alami dan zat penting lain yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan dapat melindungi kita dari kanker oesofagus, laring, lambung dan paru. Jeruk, pisang, mangga, pepaya, tomat, dan buah-buahan tropis lainnya, wortel serta brokoli merupakan sumber dari vitamin dan zat-zat penting.

7. Konsumsi lebih banyak sayuran golongan kubis
Penelitian menunjukkan bahwa sayuran yang termasuk dalam golongan kubis, seperti kol, brokoli, bunga kol, bak choy, dan kale dapat melindungi Anda dari kanker lambung, kolorektal dan kanker saluran nafas.

8. Hindari minuman beralkohol
Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak beresiko tinggi terkena kanker hati dan lambung. Merokok yang disertai minum alkohol akan meningkatkan resiko yang amat besar terjadinya kanker mulut, tenggorakan, laring dan oesofagus.

9. Periksalah diri secara teratur
Bagi perempuan dianjurkan melakukan pap smear, pemeriksaan payudara sendiri maupun dengan mammografi untuk mendeteksi adanya kanker leher rahim dan payudara. Sedangkan untuk laki-laki rajinlah untuk memeriksakan diri dari bahaya kanker prostat dan kanker testis.

10. Pola hidup yang seimbang
Makan yang cukup dan gizi seimbang, penggunaan waktu yang seimbang antara bekerja, istirahat, rekreasi dan olahraga, serta selalu mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi resiko timbulnya kanker.

ONE
Sumber : Kompas

Sabtu, 25 Juli 2009

Farrah Fawcett Dies at 62

LOS ANGELES, Calif. -- Farrah Fawcett has died after a long battle with cancer, Access Hollywood has confirmed. Farrah died at 9:28 AM on Thursday at St. John's Hospital in Santa Monica, Calif.

She was 62.
"After a long and brave battle with cancer, our beloved Farrah has passed away," Farrah's longtime companion, Ryan O'Neal, said in a statement to Access. "Although this is an extremely difficult time for her family and friends, we take comfort in the beautiful times that we shared with Farrah over the years and the knowledge that her life brought joy to so many people around the world."The actress, best known for her role in the '70s TV show "Charlie's Angels" and her iconic hair, was in the hospital earlier this month and a source close to Farrah told Access Hollywood at the time that she was not doing well.While her condition was deteriorating, those closest to Farrah wanted to take her home for her final days.Her death comes just days after O'Neal revealed he had asked Farrah to be his wife.

"If she's feeling a little better, I've asked her to marry me again and she's agreed," Ryan said in a new interview with Barbara Walters for ABC's "20/20," set to air June 26."We will as soon as she can say, 'Yes.' Maybe she can nod her head. I promise you, we will." However, a source has confirmed to Access that Ryan and Farrah did not get married prior to her death. In addition, Access has learned Ryan and Farrah's son, Redmond O'Neal, did not get to see his mother a second time on a court-allowed visit from jail. The last time Redmond saw Farrah was during his first and only court-allowed visit on April 25.

A spokesperson for the Los Angeles County Sheriff's department told Access no requests had been made to transport Redmond to see his mother before she died.

Following her diagnosis with anal cancer in 2006, Farrah waged a very public battle against the disease, documenting her fight in "Farrah's Story," which aired in May on NBC and will re-air on June 26 at 8 PM. After several rounds of chemotherapy treatments, Farrah announced that she was cancer-free, but in May 2007, the cancer had returned and she underwent further treatment in Germany.

The star was born on February 2, 1947, in Corpus Christi, Texas. Even at a young age, Farrah caught people's attention - she was given the title "Most Beautiful" in high school. She became an icon for her role as Jill Munroe in "Charlie's Angels" in the mid-'70s, inspiring fans to imitate her feathered blonde hair. She rose to sex symbol status thanks in part to a now-legendary swimsuit poster that sold over 12 million copies.

Farrah left the popular show after a single season, going on to star in a number of films, television shows and made-for-TV movies such as 1984's "The Burning Bed," which earned her an Emmy nomination. The actress made further headlines in 1995, when she posed for Playboy at age 48. Farrah is survived by her father James, longtime partner Ryan O'Neal, their son, Redmond O'Neal, who has dealt with numerous legal issues over the last few years, including most recently, an arrest for allegedly trying to bring heroin into an LA-area jail facility on April 5.
( From Yahoo.com)


Jumat, 24 Juli 2009

Ibu Hamil Tetap Bisa Dikemo

Selasa, 14 Juli 2009 | 15:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap wanita yang telah menikah pasti ingin segera hamil. Namun,
bagaimana bila saat berbadan dua ternyata ibu hamil dinyatakan menderita kanker. Bolehkah ia dikemoterapi?

"Ibu hamil tetap dapat menjalani kemoterapi, pelaksanaan kemoterapi itu harus dilakukan setelah tri semester pertama masa kehamilan." Demikian dijelaskan DR.dr. Noorwati Sutandyo, S, SpD. KHOM, Staf Divisi Hematologi-onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RS. Kanker Dharmais, yang ditemui di RS. Dharmais Jakarta, Selasa ( 14/7 ).

Ia menerangkan, setelah trisemester pertama organ-organ tubuh bayi telah selesai terbentuk, sehingga sedikit mengurangi resiko pada bayi. Dosis yang diberikan juga tidak dibedakan dengan pasien lain, karena jika dibedakan hasilnya tidak akan maksimal.

Lebih jauh Noorwati mengingatkan, melakukan kemoterapi pada ibu hamil bukanlah tanpa resiko, ada juga kemungkinan bayi akan terlahir cacat. Untuk mencegah hal itu, biasanya dokter akan menyarankan untuk menggugurkan kandungan. Namun kebanyakan pasien terlebih yang sulit mempunyai keturunan akan menolak hal itu. Pasien-pasien itu akan menghilang dan kembali saat kankernya sudah stadium lanjut.

"Kami hanya menyarankan semua keputusan ada di tangan pasien, tapi tidak semua anak akan lahir dengan cacat. Dua pasien saya anaknya normal, setiap pasien pasti berbeda-beda," ujarnya.

RDI
Sumber : Kompas

Kamis, 23 Juli 2009

Efek Samping Kemoterapi

Laporan wartawan KOMPAS Evy Rachmawati
Kamis, 23 Juli 2009 | 09:35 WIB

KOMPAS.com — Pada usia paruh baya, Reni harus bergelut dengan penyakit kanker yang menggerogoti paru-paru. Meski memiliki keinginan kuat untuk sembuh, ia diliputi rasa takut menghadapi ancaman kematian dan rasa sakit saat menjalani kemoterapi. "Begitu dinyatakan menderita kanker, ibaratnya satu kaki kita sudah berada di kuburan," kata Reni. Setelah mengalami kecelakaan pesawat, ketabahannya kembali diuji ketika ia dinyatakan menderita kanker paru-paru sehingga harus menjalani operasi pengangkatan tumor. Agar sel kanker tak menyebar, ia harus menjalani serangkaian kemoterapi. Pertama kali kemoterapi ia mengeluh meriang dan tubuh serasa dicacah-cacah. Berkat dukungan keluarga, ia bersemangat menjalani kemoterapi untuk kedua kali meski mengaku masih ngeri.

Efek samping karena kemoterapi juga dialami ibu dari Dina. Menurut Dina, saat ini ibunya yang menderita kanker ovarium menjalani kemoterapi kedelapan kali. Saat dikemoterapi untuk keempat hingga keenam kali, ibunya perlu ditransfusi 10 kantong darah. Pada kemoterapi ketujuh, ibunya butuh 40 kantong darah.

Sejumlah penderita kanker lain juga mengalami sejumlah efek samping kemoterapi, antara lain tangan dan kaki hitam, mengelupas, diare, dan mual-muntah.

Ancaman kematian
Ancaman kematian dan penurunan kualitas hidup membayangi jutaan penderita kanker. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, tahun 2005 sekitar 7,6 juta orang meninggal akibat kanker. Ini berarti 13 persen dari total jumlah kematian di dunia. Diperkirakan, 9 juta orang akan meninggal karena kanker pada tahun 2015.

Selama ini kematian akibat kanker lebih banyak dari jumlah kematian karena tuberkulosis, HIV, dan malaria. ”Lebih dari 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah atau menengah,” kata dr Noorwati Sutandyo dari Divisi Hematologi-Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Semua orang bisa terserang kanker, lebih-lebih usia di atas 40 tahun. Data 10 kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais tahun 2007 adalah dari 1.348 jumlah kasus, 32,4 persen di antaranya kanker payudara, dan 18,8 persen kanker serviks. Beberapa faktor penyebab kanker adalah genetik, diet, kegemukan, rokok, paparan bahan kimia, hormon, radiasi dan sinar ultraviolet, virus, serta sistem imunitas.

Bermacam kemoterapi
Ada beberapa cara pemberian kemoterapi. Jika berfungsi membunuh sel kanker secara sistemik, obat diberikan melalui injeksi dan oral. Kemoterapi yang regional berfokus pada organ yang terkena kanker diberikan bersama dengan obat. Terapi ini bisa berperan kuratif atau menyembuhkan. Kemoterapi dapat jadi pengendali kanker dengan mencegah penyebaran, memperlambat perkembangan, membunuh sel kanker yang menyebar, dan mengurangi ukuran tumor. Fungsi lain adalah paliatif atau mengurangi gejala kanker, terutama nyeri.

Beberapa jenis kemoterapi, antara lain, kemoterapi primer, kemoterapi adjuvan atau tambahan—diberikan setelah operasi atau radiasi untuk membunuh sel kanker, dan kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum operasi atau radiasi untuk mengecilkan ukuran tumor. ”Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan terapi lain, seperti pembedahan, radioterapi, dan terapi biologik,” kata Noorwati. Terapi ini bisa mengendalikan kanker cukup lama, seperti penderita kanker ovarium, limfoma non-Hodgkin, kanker darah kronis yang merusak tulang (multiple myeloma), dan kanker endometrium.

Selain itu, kemoterapi bermanfaat untuk paliatif atau dapat mengurangi gejala pada kanker nasofaring, kanker prostat, kanker endometrium, kanker leher dan kepala, serta kanker paru stadium lanjut. ”Manfaat kemoterapi juga tergantung jenis kanker,” ujarnya. Dengan kemoterapi, obat tak hanya membunuh sel kanker, tetapi sel normal yang membelah cepat seperti sel kanker, yaitu sel saluran cerna, sel kulit, sel rambut, dan sel sperma.

”Efek samping bersifat sementara,” kata Noorwati. Beberapa efek samping lain adalah rambut rontok, sariawan, fibrosis paru, mual-muntah, diare, nyeri otot toksik ke jantung, reaksi lokal, bahkan bisa gagal ginjal, dan menekan produksi darah. Untuk itu, penderita dianjurkan makan dan minum sedikit tetapi sering; minum tiap muntah; serta hindari makanan berbau, berminyak, berlemak, pedas, terlalu manis, panas, dan beraroma sitrus. Penderita dianjurkan mengonsumsi makanan dingin dan kering, minum teh beraroma jahe, akupunktur, relaksasi otot, terapi musik, memakai pakaian longgar, dan tidak berbaring seusai makan.

Menimbang besarnya manfaat kemoterapi, efek samping yang muncul karena terapi ini diharapkan tidak mematahkan semangat para pasien untuk berjuang melawan kanker. Apalagi, sebagian besar efek samping bersifat sementara dan bisa diatasi dengan berbagai cara.

Sumber : Kompas

Kamis, 09 Juli 2009

Kemoterapi Hanya Menekan Pertumbuhan Sel Kanker

Selasa, 14 Juli 2009 | 13:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com-Kemoterapi bukanlah cara untuk menghilangkan secara total sel kanker dalam tubuh, tetapi untuk menekan atau mengendalikan sel kanker yang ada di dalah tubuh penderita kanker. Hal ini ditegaskan Noorwati Sutandyo, staf Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RS Kanker Dharmais di Jakarta, Selasa ( 14/7 ).

"Sel kanker dalam tubuh biasanya sebelum dikemoterapi berjumlah 100 miliar sel, tetapi dengan kemoterapi sel kanker dapat dikendalikan hingga 100 sel kanker," ucap Noorwati. Sedangkan tingkat keberhasilan, kata Nurwati, tergantung dari jenis stadium dari kanker, jenis kankernya serta tingkat kepatuhan pasien menjalani kemoterapi. "Para pasien biasanya tidak patuh menjalani secara rutin kemoterapi, padahal kemoterapi sangat berguna menekan pertumbuhan sel kanker dalam tubuh," terangnya.

Selain menekan sel kanker, lanjut Noorwati, kemoterapi juga dapat merusak sel-sel yang normal dalam tubuh. Tapi hal itu tidak perlu dikhawatirkan karena sel-sel tesrsebut akan tumbuh kembali secara normal seperti sedia kalanya. "Sel yang normal akan pulih kembali, tapi ada juga sel yang akan rusak secara permanen, seperti sel telur pada wanita dan sel sperma pada pria," terangnya.

RDI
Sumber : Kompas