Kamis, 23 Juli 2009 | 09:35 WIB
KOMPAS.com — Pada usia paruh baya, Reni harus bergelut dengan penyakit kanker yang menggerogoti paru-paru. Meski memiliki keinginan kuat untuk sembuh, ia diliputi rasa takut menghadapi ancaman kematian dan rasa sakit saat menjalani kemoterapi. "Begitu dinyatakan menderita kanker, ibaratnya satu kaki kita sudah berada di kuburan," kata Reni. Setelah mengalami kecelakaan pesawat, ketabahannya kembali diuji ketika ia dinyatakan menderita kanker paru-paru sehingga harus menjalani operasi pengangkatan tumor. Agar sel kanker tak menyebar, ia harus menjalani serangkaian kemoterapi. Pertama kali kemoterapi ia mengeluh meriang dan tubuh serasa dicacah-cacah. Berkat dukungan keluarga, ia bersemangat menjalani kemoterapi untuk kedua kali meski mengaku masih ngeri.
Efek samping karena kemoterapi juga dialami ibu dari Dina. Menurut Dina, saat ini ibunya yang menderita kanker ovarium menjalani kemoterapi kedelapan kali. Saat dikemoterapi untuk keempat hingga keenam kali, ibunya perlu ditransfusi 10 kantong darah. Pada kemoterapi ketujuh, ibunya butuh 40 kantong darah.
Sejumlah penderita kanker lain juga mengalami sejumlah efek samping kemoterapi, antara lain tangan dan kaki hitam, mengelupas, diare, dan mual-muntah.
Sejumlah penderita kanker lain juga mengalami sejumlah efek samping kemoterapi, antara lain tangan dan kaki hitam, mengelupas, diare, dan mual-muntah.
Ancaman kematian
Ancaman kematian dan penurunan kualitas hidup membayangi jutaan penderita kanker. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, tahun 2005 sekitar 7,6 juta orang meninggal akibat kanker. Ini berarti 13 persen dari total jumlah kematian di dunia. Diperkirakan, 9 juta orang akan meninggal karena kanker pada tahun 2015.
Selama ini kematian akibat kanker lebih banyak dari jumlah kematian karena tuberkulosis, HIV, dan malaria. ”Lebih dari 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah atau menengah,” kata dr Noorwati Sutandyo dari Divisi Hematologi-Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Semua orang bisa terserang kanker, lebih-lebih usia di atas 40 tahun. Data 10 kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais tahun 2007 adalah dari 1.348 jumlah kasus, 32,4 persen di antaranya kanker payudara, dan 18,8 persen kanker serviks. Beberapa faktor penyebab kanker adalah genetik, diet, kegemukan, rokok, paparan bahan kimia, hormon, radiasi dan sinar ultraviolet, virus, serta sistem imunitas.
Selama ini kematian akibat kanker lebih banyak dari jumlah kematian karena tuberkulosis, HIV, dan malaria. ”Lebih dari 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah atau menengah,” kata dr Noorwati Sutandyo dari Divisi Hematologi-Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Semua orang bisa terserang kanker, lebih-lebih usia di atas 40 tahun. Data 10 kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais tahun 2007 adalah dari 1.348 jumlah kasus, 32,4 persen di antaranya kanker payudara, dan 18,8 persen kanker serviks. Beberapa faktor penyebab kanker adalah genetik, diet, kegemukan, rokok, paparan bahan kimia, hormon, radiasi dan sinar ultraviolet, virus, serta sistem imunitas.
Bermacam kemoterapi
Ada beberapa cara pemberian kemoterapi. Jika berfungsi membunuh sel kanker secara sistemik, obat diberikan melalui injeksi dan oral. Kemoterapi yang regional berfokus pada organ yang terkena kanker diberikan bersama dengan obat. Terapi ini bisa berperan kuratif atau menyembuhkan. Kemoterapi dapat jadi pengendali kanker dengan mencegah penyebaran, memperlambat perkembangan, membunuh sel kanker yang menyebar, dan mengurangi ukuran tumor. Fungsi lain adalah paliatif atau mengurangi gejala kanker, terutama nyeri.
Beberapa jenis kemoterapi, antara lain, kemoterapi primer, kemoterapi adjuvan atau tambahan—diberikan setelah operasi atau radiasi untuk membunuh sel kanker, dan kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum operasi atau radiasi untuk mengecilkan ukuran tumor. ”Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan terapi lain, seperti pembedahan, radioterapi, dan terapi biologik,” kata Noorwati. Terapi ini bisa mengendalikan kanker cukup lama, seperti penderita kanker ovarium, limfoma non-Hodgkin, kanker darah kronis yang merusak tulang (multiple myeloma), dan kanker endometrium.
Selain itu, kemoterapi bermanfaat untuk paliatif atau dapat mengurangi gejala pada kanker nasofaring, kanker prostat, kanker endometrium, kanker leher dan kepala, serta kanker paru stadium lanjut. ”Manfaat kemoterapi juga tergantung jenis kanker,” ujarnya. Dengan kemoterapi, obat tak hanya membunuh sel kanker, tetapi sel normal yang membelah cepat seperti sel kanker, yaitu sel saluran cerna, sel kulit, sel rambut, dan sel sperma.
”Efek samping bersifat sementara,” kata Noorwati. Beberapa efek samping lain adalah rambut rontok, sariawan, fibrosis paru, mual-muntah, diare, nyeri otot toksik ke jantung, reaksi lokal, bahkan bisa gagal ginjal, dan menekan produksi darah. Untuk itu, penderita dianjurkan makan dan minum sedikit tetapi sering; minum tiap muntah; serta hindari makanan berbau, berminyak, berlemak, pedas, terlalu manis, panas, dan beraroma sitrus. Penderita dianjurkan mengonsumsi makanan dingin dan kering, minum teh beraroma jahe, akupunktur, relaksasi otot, terapi musik, memakai pakaian longgar, dan tidak berbaring seusai makan.
Menimbang besarnya manfaat kemoterapi, efek samping yang muncul karena terapi ini diharapkan tidak mematahkan semangat para pasien untuk berjuang melawan kanker. Apalagi, sebagian besar efek samping bersifat sementara dan bisa diatasi dengan berbagai cara.
Beberapa jenis kemoterapi, antara lain, kemoterapi primer, kemoterapi adjuvan atau tambahan—diberikan setelah operasi atau radiasi untuk membunuh sel kanker, dan kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum operasi atau radiasi untuk mengecilkan ukuran tumor. ”Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan terapi lain, seperti pembedahan, radioterapi, dan terapi biologik,” kata Noorwati. Terapi ini bisa mengendalikan kanker cukup lama, seperti penderita kanker ovarium, limfoma non-Hodgkin, kanker darah kronis yang merusak tulang (multiple myeloma), dan kanker endometrium.
Selain itu, kemoterapi bermanfaat untuk paliatif atau dapat mengurangi gejala pada kanker nasofaring, kanker prostat, kanker endometrium, kanker leher dan kepala, serta kanker paru stadium lanjut. ”Manfaat kemoterapi juga tergantung jenis kanker,” ujarnya. Dengan kemoterapi, obat tak hanya membunuh sel kanker, tetapi sel normal yang membelah cepat seperti sel kanker, yaitu sel saluran cerna, sel kulit, sel rambut, dan sel sperma.
”Efek samping bersifat sementara,” kata Noorwati. Beberapa efek samping lain adalah rambut rontok, sariawan, fibrosis paru, mual-muntah, diare, nyeri otot toksik ke jantung, reaksi lokal, bahkan bisa gagal ginjal, dan menekan produksi darah. Untuk itu, penderita dianjurkan makan dan minum sedikit tetapi sering; minum tiap muntah; serta hindari makanan berbau, berminyak, berlemak, pedas, terlalu manis, panas, dan beraroma sitrus. Penderita dianjurkan mengonsumsi makanan dingin dan kering, minum teh beraroma jahe, akupunktur, relaksasi otot, terapi musik, memakai pakaian longgar, dan tidak berbaring seusai makan.
Menimbang besarnya manfaat kemoterapi, efek samping yang muncul karena terapi ini diharapkan tidak mematahkan semangat para pasien untuk berjuang melawan kanker. Apalagi, sebagian besar efek samping bersifat sementara dan bisa diatasi dengan berbagai cara.
Sumber : Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar